Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah dinilai harus menyusun regulasi dan kebijakan yang berorientasi pada pengembangan ternak sapi rakyat. Saat ini ternak rakyat masih berskala kecil dan belum secara intensif menjadi topangan dalam pemenuhan konsumsi sapi rakyat.
Pasalnya, saat ini ternak sapi rakyat mendominasi hingga 93% dari total jumlah sapi nasional, sedangkan sapi sisanya dipenuhi oleh sapi impor. Dari angka 93% tersebut, hanya 20% peternak yang sudah mengembangkan peternakan skala bisnis.
Ketua Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana mengatakan kurang berkembangnya peternak rakyat merupakan dampak panjang dari kebijakan pemerintah yang sejak puluhan tahun lalu berorientasi pemilik modal besar.
“Dari sensus terakhir, jumlah peternak rakyat itu 5,3 juta orang. Saat ini peternak rakyat itu pengembangannya dengan budidaya tani. Mereka perlu di-organized agar secara bertahap memiliki usaha ternak yang komersial,” kata Teguh di Jakarta, Rabu (10/12/2015).
Teguh mengatakan pemerintah hendaknya membangun kawasan peternakan terpadu yang memiliki budidaya, pengembangan pakan, hingga rangkaian industri yang menyerap produksi sapi di area tersebut.
Untuk itu, Teguh meminta pemerintah untuk menyusun grand design penguatan peran peternak rakyat dalam memenuhi kebutuhan konsumsi nasional. Untuk menyusun skema tersebut, pemerintah harus melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
Adapun, PPSKI mencatat pemerintah telah berulang kali gagal untuk mewujudkan program swasembada daging sapi nasional yang diakibatkan oleh kalkulasi yang dinilai belum akurat. Untuk itu, kata Teguh, perlu disusun kebijakan yang menjadikan peternak rakyat sebagai tulang punggung.
Senada, Profesor Peternakan Universitas Padjadjaran Rochadi Tawaf mengatakan Indonesia sempat memiliki banyak peternkan penggembala pada tahun 1970-an, namun banyak yang mati seiring penyempitan lahan.
Rochadi menilai peternak rakyat merupakan pihak yang sebenarnya dapat menjadi price leader namun kebanyakan dari mereka hanya memiliki 1-5 ekor sapi yang hanya dipelihara sebagai bentuk investasi.
Sebagai informasi, peternak rakyat memang kerap menjadikan ternaknya sebagai tabungan sehingga hanya dijual saat keluarga membutuhkan dana seperti untuk pendidikan dan pernikahan. Hal tersebut menyebabkan suplai ternak mereka ke pasar kadang berdasarkan kebutuhan peternak dan bukan karena permintaan pasar.
“Sebenarnya pembentuk harga itu adalah peternak rakyat bukaan feedloter. Harga sapi di tingkat feedloter bisa jatuh tiba-tiba kalau 93% peternak rakyat itu menyerang,” kata Rochadi. Dia juga menyayangkan peternak rakyat yang belum menjadi fokus perhatian pemerintah.