Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah harus segera mengeluarkan kebijakan yang komprehensif terkait upaya menjaga hutan dan lahan gambut, untuk merealisasikan komitmennya dalam Coference of Parties (COP) ke-21 di Paris.
Teguh Surya, Juru Kampanye Hutan Greenpeace, mengatakan komitmen Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melindungi dan merestorasi lahan gambut dapat berdampak luas dalam upaya menekan emisi karbon di dalam negeri apabila disertai dengan dasar hukum.
“Indonesia memerlukan undang-undang atau produk hukum yang sepenuhnya melindungi hutan dan lahan gambut, termasuk sanksi tegas bagi siapa saja yang melanggarnya,” katanya di Jakarta, Rabu (2/12/2015).
Teguh menuturkan selama ini kerusakan lahan gambut menjadi sumber emisi karbon terbesar di Indonesia.
Sejak 1990, Indonesia juga telah kehilangan 31 juta hektar hutan dan menjadi salah satu negara dengan tingkat deforestasi tertinggi.
Menurutnya, penghentian pemberian izin untuk konsesi pembukaan hutan primer dan lahan gambut yang dilakukan sejak 2011 terbukti tidak efektif dalam upaya perbaikan lingkungan. Yang terjadi saat ini justru kerusakan hutan dan lahan gambut dalam skala nasional semakin meningkat.
“Indonesia sebenarnya memegang kunci dalam pengurangan emisi gas rumah kaca global dengan cara yang paling murah dan efektif, yaitu perlindungan dan pemulihan hutan, serta lahan gambut,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Teguh juga menegaskan aturan hukum yang melindungi hutan dan lahan gambut harus segera diterbitkan, agar dapat menekan kerusakan hutan dan kebakatan hutan yang selama ini merugikan.
Pemerintah juga harus lebih transparan dalam hal penguasaan lahan, hutan, dan lahan gambut.
Seperti diketahui, dalam COP ke-21 di Paris, Prancis, Presiden Jokowi menegaskan komitmennya untuk menghentikan kebakaran hutan dan lahan gambut yang terus berulang di Indonesia.
Kebakaran hutan dan lahan gambut itu juga telah membuat Indonesia sebagai salah satu negara yang paling banyak melepas emisi karbon dalam beberapa waktu terakhir.