Bisnis.com, JAKARTA— Kementerian Perindustrian meminta seluruh pemangku kepentingan sangat selektif dalam menyelesaikan tujuh perundingan perjanjian kerja sama perdagangan bebas guna meminimalisir potensi penurunan kinerja industri.
Haris Munandar N., Kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kemenperin, mengatakan tujuh perjanjian perdagangan bebas yang masih dalam tahap perundingan a.l Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), Indonesia-Australia CEPA, Indonesia-India Comprehensive Economic Cooperation Arrangement (CECA), Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), Indonesia-European Union EPA, Indonesia-EFTA dan Indonesia-Chile.
“Kita harus waspada melakukan perundingan ini. Pasalnya sejumlah kerja sama perdagangan bebas yang telah dijalin terbukti memperlebar defisit neraca perdagangan. Di sisi lain daya saing industri sulit terangkat akibat tiga faktor, yakni suku bunga tinggi serta beban logistik dan harga energi yang tinggi,” ujarnya.
Lebih detail, dalam lima tahun terakhir kinerja perdagangan Indonesia dengan Asean, China, Jepang, Korea Selatan, mengalami defisit. Adapun kinerja perdagangan yang cukup positif hanya didapatkan dari kerja sama perdagangan bebas dengan India dan Pakistan.
Berdasarkan analisa, ungkapnya, produk unggulan Indonesia di level Asean relatif terbatas, seperti furnitur, tekstil, pakaian jadi, produk kulit, dan sejenisnya. Hal itu juga tercermin dari komposisi ekspor ke China, di mana 60,34% merupakan produk manufaktur yang didominasi industri agro.
Selain mewaspadai kerja sama perdagangan bebas yang masih dalam tahap perundingan, seluruh pemangku kepentingan juga harus mencermati empat kerja sama perdangan bebas yang akan segera dihadapi yakni Indonesia-European Union CEPA, Indonesia-Peru CEPA, Free Trade Agreement of Asia Pacific (FTAAP), dan Trans Pacific Partnership (TPP).
Haris mengungkapkan, selama era suku bunga tinggi, ongkos logistik tinggi serta harga energi mahal masih berlangsung, industri dalam negeri sulit mengambil peluang emas dari berbagai perjanjian perdagangan bebas yang dijalin oleh negara.
Saat ini, rata-rata harga energi gas di Indonesia mencapai US$9 per MMbtu, paling tinggi dibandingkan dengan produsen lain seperti Singapura US$5 per MMbtu, Malaysia US$4,47 per MMbtu, Filipina US$5,43 per MMbtu, Vietnam US$7,5 per MMbtu, India US$5,4 per MMbtu dan China US$5,5 per MMbtu.
Di sisi lain, suku bunga acuan Bank Indonesia yang ditetapkan sebesar 7,5% menjadi yang tertinggi kedua di Asean setelah Myanmar sebesar 10%. Suku bunga acuan Indonesia sangat tinggi jika dibandingkan dengan Singapura 0,21%, Kamboja 1,42%, Thailand 1,5% dan lainnya.
Adapun kinerja logistik Indonesia berdasarkan laporan Bank Dunia pada 2014 berada di urutan ke-53 dari 160 negara. Dari enam sub-indeks yang dinilai, lembaga internasional ini memberi nilai rendah pada indikator kemudahan dalam menentukan harga pengiriman.
Khusus untuk rencana kerja sama perdagangan bebas dalam TPP, Kemenperin menghitung blok dagang ini dapat memberikan 18 kerugian dan hanya empat keuntungan bagi Indonesia. Kerugian itu seperti BUMN terancam korporasi asing, dominasi perusahaan asing dalam pengadaan barang dan jasa, UMKM sulit mengakses pasar TPP dan lainnya.
Sebagai perbandingan, kerja sama perdagangan bebas dengan RCEP lebih menguntungkan ketimbang TPP. Hal itu terlihat dari jumlah populasi RCEP yang mencapai 3,5 miliar orang, sementara TPP hanya 0,81 miliar. Selain itu, RCEP memegang 28,3% perdagangan dunia, sementara TPP 27,5%.