Bisnis.com, CISARUA – Direktur Utama Perum Bulog, Djarot Kusumayakti menyampaikan persoalan pangan di dalam negeri harus diselesaikan melalui kalkulasi ketersediaan yang tepat. Dengan kalkulasi tepat, Indonesia dapat menghindari panic buying beras seperti yang terjadi pada 1997-1998.
Djarot mengisahkan saat itu fenomena el nino memang tidak separah saat ini, impor beras mencapai 7,1 juta ton. Hal itu disebabkan kekhawatiran masyarakat atas ketiaadaan beras di pasar.
“Tahun 1997 itu penduduk kita 200 juta, impornya 7,1 juta ton, terbesar sepanjang sejarah. Imor sebanyak itu terjadi lebih karena panic buying. Tahun itu semua pejabat mengatakan kita tidak terdampak el nino sehingga masyarkat meyakini hal itu. Tapi kenyataannya proyeksi tersebut tidak benar,” kata Djarot di Cisarua, Sabtu (28/11/2015).
Proyeksi pemerintah yang tidak tepat pun belakangan menimbulkan kepanikan sehingga masyarakat beramai-ramai melipatgandakan stok beras rumah tangga. Masyarakat menyetok berasnya hingga 100 kilogram, melebihi batas kewajaran.
Akibatnya, pemerintha pun terlambat mengantisipasi sehingga hingga akhir tahun impor mencapai 7,1 juta ton.
Tahun ini, el nino yang terjadi merupakan yang terkuat setelah tahun 1998. Untuk mengantisipasi dampak panjang el nini, pemerintah pun menugaskan Bulog untuk mengimpor hingga 1,5 juta ton dari Thailand dan Vietnam.
Kalangan akademisi dan pengamat menyimpulkan impor beras yang terjadi saat produksi diklaim surplus hingga 9 jta ton merupakan dampak dari kesalahan kalkulasi seluruh data pangan.