Bisnis.com,JAKARTA Kementerian Perdagangan mengintensifkan upaya pengembangan operasional sistem resi gudang (SRG) menjadi solusi persoalan pangan nasional.
Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bapppebti) Kementerian Perdagangan Sutriono Edi mengatakan intensifikasi SRG dapat mendorong stabilisasi harga dengan memberi kepastian kualitas dan kuantitas komoditas barang yang disimpan, serta memberikan harga yang lebih baik bagi petani melalui penundaan waktu penjualan.
Selain itu petani juga mendapatkan pembiayaan bunga rendag dengan cara tepat yang lebih mudah, serta mendorong berusaha secara kelompok sehingga meningkatkan posisi tawar, kata Sutriono dikutip dari siaran pers Kementerian Perdagangan, Kamis (26/11/2015).
Melalui UU Nomor 9 Tahun 2006 dan telah diubah dengan UU Nomor 9 Tahun 2011 SRG merupakan salah satu instrumen yang dapat dimanfaatkan para petani, kelompok tani, Gapoktan, koperasi tani, maupun pelaku usaha (pedagang, prosesor, pabrikan) sebagai suatu instrumen tunda jual dan pembiayaan perdagangan karena dapat menyediakan akses kredit bagi dunia usaha dengan jaminan barang (komoditas) yang disimpan di gudang.
Berdasarkan data Kemendag, sampai 17 November 2015, jumlah resi gudang yang telah diterbitkan mencapai 2.125 resi gudang. Jumlah tersebut mencakup total volume komoditas sebesar 80.254 ton komoditas senilai Rp422,19 miliar.
Gabah menjadi komoditas yang paling banyak dimanfaatkan untuk mendapatkan resi gudang dengan volume 68.078ton, diikuti beras sebanyak 6.499 ton, jagung 5.101 ton, 153 ton kopi, 420 ton rumput laut, dan 3 ton kakao.
Sementara itu, sejak diluncurkan pada 2008, penerbitan resi gudang telah dilakukan di 16 provinsi, meliputi Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Bengkulu, Bali, dan Sulawesi Tenggara.
Untuk mendorong peran SRG sebagai penggerak perekonomian, Bappebti menandatangani nota kesepahaman dengan Universitas Lampunguntuk menjadikan SRG sebagai bagian dari program-program akademik yang dimiliki universitas tersebut.
Dengan kesepakatan tersebut, mahasiswa tingkat akhir maupun para dosen dapat membuat inovasi baru sekaligus menjadi motor penggerak pengembagan SRG. Komitmen tersebut, menurut Edi akan mendorong percepatan implementasi SRG utnuk memberikan solusi masalah pangan nasional, sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani serta pelaku usaha kecil dan menengah.
Adapun, Provinsi Lampung memiliki potensi yang sangat besar dan prospektif untuk pemanfaatan SRG. Dari 10 komoditas Sistem Resi Gudang, sebagaimana ditetapkan pada Peraturan Menteri Perdagangan No. 08/M-DAG/PER/02/2013 yaitu gabah, beras, jagung, kakao, kopi, lada, karet, rumput laut, rotan, dan garam, Lampung merupakan sentra produksi untuk Gabah, Beras, Jagung, Kakao, Kopi, dan Lada.
Berdasarkan data statistik, produksi Gabah Kering di Lampung pada tahun 2013 mencapai 3,21 juta ton sedangkan produksi jagung 1,76 juta ton. Dengan potensi sumber daya alam tersebut, Bappebti Kemendag telah membangun sebanyak tujuh gudang di Provinsi Lampung. Dua gudang berlokasi di Lampung Selatan dan masing-masing satu gudang di Pesisir Barat, di Lampung Tengah, di Lampung Timur, di Tanggamus dan di Tulang Bawang.
Ketujuh gudang ini masing-masing berkapasitas 1.500 ton gabah, beras, dan jagung. Diharapkan dengan telah dibangunnya gudang-gudang SRG tersebut dapat membantu menghidupkan perekonomian daerah, mendorong tumbuhnya pelaku usaha di daerah dan sebagai sarana pengendalian stok nasional yang lebih efisien.