Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Penyebab Mahalnya Harga Obat Menurut KPPU

Komisi Pengawas Persaingan Usaha menilai alur rantai distribusi obat ditambah pengenaan pajak penjualan menjadi penyebab tingginya harga di tingkat masyarakat.
Obat-obatan/boldsky.com
Obat-obatan/boldsky.com

Bisnis.com, JAKARTA--Komisi Pengawas Persaingan Usaha menilai alur rantai distribusi obat ditambah pengenaan pajak penjualan menjadi penyebab tingginya harga di tingkat masyarakat.

Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha Syarkawi Rauf menjelaskan alur penjualan obat dimulai dari produsen kemudian perusahaan besar farmasi yang biasanya merangkap sebagai distributor. Selanjutnya, diteruskan ke apotik maupun instalasi rumah sakit.

"Dari produsen ke distributor saja diperkirakan terdapat margin 30% dari harga obat awal, sedangkan harga di apotik sudah bertambah 70% dibandingkan dengan harga di tingkat penyalur," kata Syarkawi kepada Bisnis.com, Kamis (19/11/2015).

Dia menambahkan pengenaan pajak penjualan (PPn) setiap pihak dalam rantai penjualan menjadikan harga obat semakin melambung. Adanya restitusi pajak tidak menjadi pengurang biaya, tetapi sebagai keuntungan.

Pihaknya akan mengendus sekelompok pelaku usaha farmasi yang perilakunya mengarah pada anti-persaingan usaha. Selain itu, mencari tahu faktor lain yang berbasis pada regulasi.

Regulasi tersebut, lanjutnya, baik kebijakan pemerintah melalui peraturan menteri maupun peraturan presiden yang menyebabkan proses distribusi obat di Tanah Air menjadi mahal.

KPPU juga tengah melihat penguasaan industri obat dalam negeri dengan jumlah pemain mencapai 201 perusahaan farmasi yang menghasilkan obat generik bermerek. Adapun, khusus obat paten mayoritas masih merupakan perusahaan asing yang jumlahnya sekitar lima sampai tujuh perusahaan.

Khusus industri dalam negeri, imbuhnya, hanya memproses bahan baku menjadi barang jadi. Padahal, 95% bahan baku berasal dari luar negeri. Perusahaan lokal masih sangat bergantung pada importasi tersebut.

Dia menilai pembelian bahan baku akan sangat bergantung pada nilai tukar mata uang kendati bea masuk sudah rendah atau mencapai 0%. Belum lagi, adanya dugaan perusahaan importirnya yang menguasai perdagangan bahan baku obat.

"Mereka berisiko melakukan monopsoni input, nanti akan kami teliti hal itu," ujarnya.

Syarkawi menuturkan importasi bahan baku obat mayoritas dari China dan India. Pihaknya juga akan mencari tahu terkait hak istimewa yang diberikan pemerintah kepada importir melalui sejumlah regulasi, misalnya izin impor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper