Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Mimpi R.J. Lino tentang Pelabuhan Sorong

Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II (Persero) R.J. Lino punya mimpi soal Pelabuhan Sorong.
Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino mengacungkan ibu jari
Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino mengacungkan ibu jari
Bisnis.com, CANBERRA -- Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II (Persero) R.J. Lino punya mimpi soal Pelabuhan Sorong.
 
Kelak jika terwujud, pelabuhan di 'kepala burung' Papua itu diharapkan mampu memangkas drastis ongkos pengiriman barang ke dan dari Australia, di samping mengembangkan pelabuhan di kawasan timur Indonesia. 
 
Di ibukota Negeri Kanguru itu, Lino bercerita banyak siang itu setelah meneken nota kesepahaman kerja sama antara Pelindo II dan Port of Townsville, Kamis (13/11/2015).
 
Soal Sorong yang potensial menjadi pelabuhan dalam, tetapi dilewati begitu saja oleh kapal-kapal barang yang lalu-lalang di perairan Pasifik. 
 
Selama ini, komoditas yang dibawa dari Townsville ke Indonesia, seperti sapi, gula, dan timah, tak pernah langsung dikapalkan langsung ke Nusantara.
 
Dari Townsville di timur laut Australia, komoditas itu diangkut menggunakan kereta api ke Brisbane di timur negeri persemakmuran Inggris itu. Di sana, barang yang akan dikirim ke Indonesia menyatu bersama komoditas lain, masuk ke dalam kapal berbobot 8.000-10.000 ton. 
 
Dari Brisbane, kapal menuju China, Jepang, dan Korea. Dari negeri-negeri timur jauh itu, kapal mengangkut lagi barang-barang manufaktur, lalu bergerak ke Singapura, kemudian menuju Pelabuhan Tanjung Priok, Indonesia. Jadilah rantai pasok (supply chain) itu amat panjang, yang juga menjadi penyebab mahalnya harga barang di Tanah Air.
 
"Barang (yang akan dikirim ke Indonesia) itu enggak satu kapal penuh, jadi ikut yang ramai-ramai. Ke atas (timur jauh) dulu, baru balik," tutur Lino. 
 
Padahal, kata dia, ongkos dari Townsville ke Brisbane saja sudah 2.000 dolar Australia per kontainer. Total biaya angkut bisa bergulung lebih besar lagi ketika kapal harus mampir ke banyak negara, yang akhirnya dibebankan pula ke konsumen di Indonesia. 
 
Lino membayangkan jika Pelabuhan Sorong terwujud, maka gula, timah, dan sapi, akan dikapalkan langsung dari Townsville. Dia tak punya hitungan pasti berapa biaya yang bisa dipangkas. Namun dia mengestimasi, ongkos pengapalan Townsville-Sorong hanya 500-700 dolar Australia per kontainer.
 
Dari Sorong, barang-barang itu didistribusikan ke seluruh Indonesia menggunakan konsep pendulum Nusantara alias tol laut dalam istilah pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. 
 
Dari segi waktu, pengapalan Townsville-Sorong hanya butuh dua hari, sedangkan jalur konvensional selama ini menghabiskan 1,5 bulan hingga kapal sandar di Priok. 
 
"Kalau Townsville ke Sorong paling dua malam. Habis itu ke Jakarta kurang dari seminggu sudah sampai," ujar Lino. 
 
Pengembangan Pelabuhan Sorong kini dalam pembebasan lahan. Dari rencana pengembangan lahan hingga 7.500 hektare, perseroan akan memulai pembangunan di atas lahan 200 hektare sebagai tahap awal. 
 
Pembangunan tahap awal yang membutuhkan dana sekitar Rp3,5 triliun-Rp4 triliun itu akan dimulai 2016. Sekitar 25% akan diambil dari kas internal, sedangkan selebihnya  akan dipenuhi melalui penerbitan obligasi.
 
Awal 2018, konstruksi diperkirakan rampung. Pelabuhan akan beroperasi dengan kapasitas bongkar muat kontainer hingga 700.000 twenty foot equivalent units (TEU's).
 
Lino mengatakan dirinya akan mengajak perusahaan-perusahaan pelayaran domestik untuk membuka jalur pelayaran Sorong-Townsville. 
 
"Kan shipping domestik kita kuat sekali, seperti Meratus (PT Pelayaran Meratus Nusantara), Temas (PT Pelayaran Tempuran Mas Tbk.), Tanto (PT Tanto Intim Line), Samudra Indonesia (PT Samudra Indonesia Tbk.)," ujarnya. 
 
Lalu, apa yang bisa diekspor ke Australia sebagai penyeimbang derasnya impor dari negeri tetangga itu jika jalur Townsville-Sorong terealisasi? Tentu, rantai pasok yang pendek akan lebih banyak menguntungkan Australia jika tak diimbangi dengan kapasitas ekspor Indonesia.
 
Mengingat sebagian besar produk manufaktur diproduksi di wilayah barat Indonesia, mengekspor barang pabrikan itu melalui Sorong pasti sulit dilakukan selama biaya logistik pelayaran domestik tinggi. 
 
Lino membayangkan Pelabuhan Sorong akan optimal ketika di Papua dibangun industri olahan berbasis komoditas setempat, seperti kelapa sawit, perikanan, dan kayu. Dia merancang Sorong akan menjadi pelabuhan yang terintegrasi dengan kawasan industri.
 
"Saya akan ajak business community untuk terlibat karena Townsville itu akan sangat berhubungan dengan Sorong." 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper