Bisnis.com, JAKARTA-Sekjen DPP Organda Ateng Aryono mendukung penuh surat Menteri Perhubungan Ignasius Jonan ke Kapolri untuk menertibkan ojek berbasis aplikasi.
Dia merasa sistem tarif yang berlaku di ojek dan mobil pribadi berbasis aplikasi telah menjadi predatory pricing yang mencaplok usaha angkutan resmi. Dia merasa ojek telah merusak jaringan transportasi publik ketika telah bertindak sebagai angkutan umum dengan melayani penumpang jarak jauh dengan tarif murah.
Ojek pangkalan yang melayani lokal, kami hanya diam. Pemilik mobilsharing bersama ke kantor dari perumahan, kami diam. Yang jadi persoalan, banyak angkutan tidak resmi lebih dominan daripada yang resmi, ujarnya, Kamis (12/11/2015).
Dia meyakini hadirnya ojek yang melayani jarak jauh dapat menggaet penumpang dari segmen lain yang tergerak karena tarif yang lebih rendah. Kemacetan di Jakarta memang telah menjadi permasalahan lama. Rencana pemerintah yang akan menggelontorkan dana melalui public service obligation, sambungnya, menjadi jalan keluar memperbaiki transportasi publik.
Marketing Manajer GrabTaxi Kiki Rizki membenarkan bahwa sepeda motor tidak diatur dalam regulasi sebagai transportasi umum. Dengan begitu, dia memastikan usahanya mengikuti regulasi terdekat seperti kepastian SIM pengendara, safety test, dan persyaratan lainnya.
Roda dua tidak ada dalam regulasi. Tapi kami memastikan biarpun belum teregulasi, kami ingin memastikan cara kami bekerja dan beroperasi mengikuti regulasi yang terdekat, ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengaku telah menyurati Kepala Kepolisian Republik Indonesia pada pekan ini yang meminta penindakan terhadap ojek-ojek yang berbasis aplikasi. Dia menegaskan sepeda motor bukanlah alat transportasi umum sesuai dengan Undang-Undang No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.