Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah tengah menyiapkan mekanisme konversi beras komersial milik Bulog untuk digunakan sebagai beras public service obligation untuk keperluan beras sejahtera (rastra) serta operasi pasar.
Menteri Perdagangan Thomas T. Lembong mengatakan langkah tersebut menjadi salah satusebagai antisipasi kurangnya stok beras dalam negeri serta sulitnya mendapat beras impor.
Thomas mengatakan konversi beras komersil ke PSO tersebut memerlukan tambahan subsidi karena menggunakan beras premium yang harganya lebih tinggi dibanding harga beras medium.
Thomas mengatakan saat ini tim ekonomi sedang melaksanakan proses dan memenuhi prosedur untuk menjalankan tambahan subsidi yang memungkinkan pergeseran stok beras komersial ke beras PSO.
Direktur Keuangan Perum Bulog Iryanto Hutagaol menyebutkan konversi tersebut akan dilakukan antara 600.000 ton – 700.000 ton. Dengan selisih harga beras premium dan beras medium, setidaknya pemerintah harus mengeluarkan tambahan subsidi untuk biaya konversi tersebut mencapai Rp1,4 triliun.
“Tetapi itu masih indikatif dan akan diaudit oleh BPK. Finalnya setelah audit BPK. Nanti tahu berapa yang harus dibayar pemerintah. Begitu sudah diaudit BPK, nanti kita minta sesuai hasil audit,” kata Iryanto kepada Bisnis, Rabu (11/11/2015).
Dengan adanya konversi beras komersil kita ke PSO menurutnya, stok cadangan beras pemerintah akan lebih kuat dan bisa memadai untuk tahun depan. Sementara itu, dirinya mengakui bahwa untuk mencari beras dari luar negeri tidak lagi semudah dulu, terutama dengan volume yang besar.
Impor beras, lanjutnya, harus lebih banyak dicari ke tempat-tempat baru. Tetapi saat ini pemerintah masih fokus untuk mendatangkan beras dari kawasan Asia, salah satunya adalah Pakistan.
“Kalau India sudah jelas dia tidak jual lagi. Myanmar, Kamboja, Brazil, itu beberapa negara yang mengekspor barang-barang biji-bijian.”