Bisnis.com, MALANG - DPD Realestat Indonesia (REI) Komisariat Malang mengusulkan harga rumah subsidi naik 15% mengikuti kenaikan harga bahan bangunan dan inflasi.
Ketua DPD REI Komisariat Malang Umang Gianto mengatakan pemerintah sebenarnya sudah menjanjikan penaikan harga rumah bersubsidi sebesar 5%. Namun bagi pengembang, penaikan harga sebesar itu terlalu kecil dibandingkan kenaikan harga bahan-bahan bangunan dan inflasi.
“Jika harga rumah bersubsidi tidak naik, dikhawatirkan pasokan rumah tipe tersebut sangat kurang,” ujarnya di Malang, Rabu (11/11/2015).
Pengembang enggan menyediakan rumah bersubsidi karena keuntungan yang mereka terima semakin mepet jika harganya tetap.
Secara bisnis, penyediaan rumah bersubsidi “dijauhi” pengembang karena margin yang kecil, namun dari sisi pekerjaan dan pengurusan izin-izinnya hampir sama dengan penyedian rumah menengah bahkan mewah.
Pengembang tidak bisa mematok keuntungan yang besar karena harga rumah bersubsidi telah ditetapkan pemerintah. Di sisi lain, harga material bangunan dan tanah justru ditentukan pasar yang kecenderungan terus naik.
Untuk harga material bangunan, dalam satu bulan terakhir pengembang direpotkan dengan tidak adanya pasokan batu kali dan di pasar.
Jika pun ada, harganya sangat tinggi. Kenaikannya hingga mencapai 100% lebih.
Seperti batu kali, sebelumnya hanya Rp900.000 per truk, namun saat ini mencapai Rp2,5 juta per truk. Begitu juga dengan pasir, sebelumnya hanya Rp240.000 per m³ naik menjadi Rp400.000 per m³.
Dari sisi pembiayaan, dia akui, pemerintah memang memberikan kemudahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk membeli rumah bersubsidi.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyiapkan dana sebesar Rp12,5 triliun untuk mendukung pembiayaan rumah bersubsidi pada 2016.
Dana sebesar itu disiapkan untuk pembiayaan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) sebesar Rp9,227 triliun, subsidi seleisih bunga Rp2 triliun, dan bantuan uang muka kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi Rp1,2 triliun.
Bagi pegawai negeri sipil, kesempatan untuk memiliki rumah semakin besar karena memperoleh bantuan uang muka dari pemerintah sebesar Rp4 juta.
Selain itu, PNS juga mendapat bantuan dari Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum) Pegawai Negeri Sipil selain bantuan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Menurut Umang, jika harga rumah bersubsidi tidak naik atau penaikannya hanya 5%, maka lokasi rumah bersubsidi akan semakin ke pinggir. Pengembang tidak mampu menyediakan rumah tipe tersebut dengan lokasi di kawasan perbatasan kota, apalagi di pusat kota.
“Jika lokasi rumah bersubsidi di pinggir kota, malah menjadi beban penghuninya. Akses penghuni ke tempat kerja maupun pendidikan menjadi jauh sehingga meningkatkan biaya hidup mereka,” ujarnya.