Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

CUKAI TEMBAKAU PROGRESIF: Buruh dan Petani di Tengah Polemik

Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif cukai yang mencapai 15% pada tahun depan menjadi ancaman bagi ribuan buruh industri padat karya di sektor tembakau, terutama buruh pelinting rokok sigaret kretek tangan.
Buruh pelintingan rokok SKT. /Bisnis.com
Buruh pelintingan rokok SKT. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif cukai yang mencapai 15% pada tahun depan menjadi ancaman bagi ribuan buruh industri padat karya di sektor tembakau, terutama buruh pelinting rokok sigaret kretek tangan.

Tidak ada keterampilan lain yang dimiliki para pelinting rokok jenis sigaret kretek tangan (SKT) ini, selain melinting serutan tembakau kering. Pendidikan yang dimiliki pun rata-rata hanya tingkat SD dan SMP.

Bagi mereka, melinting rokok adalah pekerjaan yang penuh anugerah karena hasilnya dianggap sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, apalagi mereka memiliki keterbatasan pendidikan dan keterampilan.

Zumaroh, perempuan 38 tahun asal Desa Ngambek, Pucuk, Lamongan, adalah satu dari ribuan pekerja SKT di Mitra Produksi Sigaret (MPS) Koperasi Unit Desa (KUD) Tani Mulyo, Lamongan, Jawa Timur.

Perempuan dua anak ini bekerja sebagai pelinting tembakau sejak usia 18 tahun. Pendidikannya hanya sampai SD, bahkan sebelum bekerja di pabrikan SKT, Zumaroh hanyalah buruh tani yang mengandalkan upah tidak menentu.

"Saya sangat bersyukur bisa bekerja di pabrik ini karena saya punya penghasilan tetap yang bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Suami saya juga hanya buruh petani," ujarnya saat dikunjungi di pabrik MPS Lamongan, pekan lalu.

Dalam sehari, yakni sejak pukul 06.00 WIB—14.00 WIB,  Zumaroh mampu mengerjakan sekitar 2.600 batang rokok SKT. Penghasilan yang diperolehnya setiap bulan yakni Rp1,45 juta.

Dalam beberapa tahun terakhir, memang sejumlah pabrikan rokok telah merumahkan puluhan ribu tenaga kerja SKT akibat tidak mampunya industri menghadapi berbagai genjatan, mulai dari kenaikan cukai tinggi setiap tahun serta biaya operasional yang tinggi.

MPS KUD Tani Mulyo saat ini mengakomodir sekitar 60.000 tenaga kerja. Jumlah tersebut berkurang hingga 38.000 tenaga kerja, dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang mencapai 98.000 tenaga kerja.

Hampir setiap tahun, para pekera SKT ini merasakan kekhawatiran setiap kali mendengar isu pemutusan hubungan kerja (PHK) dari perusahaan. Jikalau termasuk orang yang di-PHK, maka kembali menjadi buruh tani adalah pilihan terakhir.

"Kalau bisa jangan sampai ada PHK. Bapak-bapak pejabat, tolong lihat nasib kami yang di bawah ini, kasihanilah kami. Sandang pangan kami ada di pabrik ini, karena kami cuma bisa melinting, dan kami tak punya keahlian lain," pinta Zumaroh tampak menitikkan air mata.

Tak seberapa hasil yang diperoleh Zumaroh ketika menjadi buruh tani, tetapi sejak menjadi buruh pelinting SKT, perempuan berhijab ini mampu menyekolahkan kedua anak-anaknya bahkan hingga ke jenjang perguruan tinggi. Dengan begitu, nasib keluarganya sedikit terangkat melalui pendidikan anak-anaknya.

"Kalau dulu saya buruh tani naiknya sepeda kayuh, tetapi kerja di pabrik saya sudah bisa nyicil sepeda motor untuk berangkat kerja setiap hari," katanya.

Ketua Paguyuban MPS Joko Wahyudi mengatakan bila tahun depan terjadi kenaikan cukai yang diluar batas kemampuan daya beli masyarakat, dipastikan penjualan rokok akan turun, produksi akan turun, dan akan ada pengurangan tenaga kerja.

"Kami betul-betul berharap pemerintah tahu masalah ini karena kalau tidak tahu, nanti akan menyesal bahwa anak-anak (pekerja) itu bekerja sekarang tapi uangnya untuk makan kemarin. Mereka adalah tumpuan keluarga," ujarnya.

Seperti diketahui, Gubernur Jawa Timur Soekarwo telah berupaya untuk memperjuangkan sektor tembakau mengingat produksi tembakau terbesar ada di Jatim.

Pemerintah berupaya mempertahankan keberlangsungkan hidup industri dan tenaga kerja sektor tembakau dengan mengirimkan surat kepada pemerintah pusat yang berisi penolakan kenaikan cukai tinggi.

"Kemarin, Pak Gubernur sudah mengirimkan surat ke permintah pusat bahwa Jatim menolak," ungkap Joko. Tembakau memang sangat mudah menjadi objek untuk menaikkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Bahkan, wacana awal kenaikan cukai pada 2016 muncul angka 23%, dan setelah melalui berbagai pertimbangan lagi, kini muncul penetapan angka kenaikan cukai 15%.

PRODUKSI TURUN

Selain berdampak pada tenaga kerja industri, kenaikan cukai juga akan berdampak pada petani. Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mencatat, produksi tembakau di Jatim sejak 2014 mengalami penurunan.

Adapun, pada 2011, produksi tembakau di Jatim mencapai 92.165 ton, meningkat pada 2012 dan pada 2013 menjadi 108.089 ton, tapi pada 2014 mulai turun menjadi 83.101 ton.

Ketua APTI Soeseno mengatakan pemerintah semestinya menyejahterahkan para petani tembakau karena selama ini pemerintah telah menikmati penerimaan cukai tembakau. Untuk itu, tidak sewajarnya mencekik nasib petani.

"Kami berupaya memperjuangkan para petani tembakau, salah satunya akan mengusulkan program kemitraan petani dalam RUU Pertembakauan supaya hasil panen tembakau petani bisa terserap oleh pabrikan di tengah masuknya tambakau impor," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Peni Widarti
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Rabu (4/11/2015)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper