Bisnis.com, JAKARTA—Okupansi atau tingkat keterisian ruang perkantoran akan menurun sampai akhir tahun 2015 akibat efek pelemahan ekonomi dan melimpahnya suplai. Oleh karena itu, pengembang perlu bersikap lebih luwes dalam menentukan harga kepada konsumen.
Associate Director Colliers Indonesia Ferry Salanto mengatakan, dalam kondisi perlambatan seperti sekarang pengusaha perlu menerapkan target penjualan yang realistis, karena jumlah konsumen masih sedikit bila dibandingkan melimpahnya suplai.
Dalam hal ini, pengembang perlu bersikap lebih fleksibel dan bernegosiasi dengan calon konsumen.
Colliers dalam risetnya mencatat, jumlah suplai sampai 2018 membuat area Jakarta dan sekitarnya memiliki 10 juta m2 ruang perkantoran. Sayangnya, penambahan pasokan membuat tingkat hunian semakin tertekan.
“Dalam situasi ekonomi yang belum stabil, konsumen semakin hati-hati mencari produk yang berkualitas dengan harga terbaik. Di sinilah pengembang perlu bersikap lebih fleksibel,” ujarnya kepada Bisnis.com beberapa waktu lalu.
Menurut Ferry, dalam mengantisipasi lesunya bisnis perkantoran beberapa pengembang ada yang beralih menawarkan produknya yang sudah terbangun dengan sistem sewa dari sebelumnya strata tittle karena tidak kunjung terjual.
Adapun perusahaan yang masih dalam tahap perencanaan, biasanya akan melakukan kalkulasi dan riset ulang sehingga jadwal pengembangan ataupun peluncuran masih akan ditahan.
Perlambatan penyerapan pasar, sambungnya, masih akan terasa pada 2016, walaupun ada kenaikan permintaan dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, bila kondisi perekonomian nasional membaik, dia yakin bisnis perkantoran akan kembali bergeliat.
Berdasarkan studi yang dilakukan perusahaan, pertumbuhan ekonomi yang digambarkan dalam Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) sangat berpengaruh terhadap tingkat permintaan di sektor perkantoran.
Jadi, dapat dikatakan pergerakan permintaan atau pasar perkantoran menunjukan dampak dari pertumbuhan ekonomi dalam suatu periode.
Colliers sendiri membagi pasokan perkantoran dalam tiga area utama, yakni kawasan pusat bisnis atau CBD, TB Simatupang, serta non-CBD plus TB Simatupang. Rata-rata okupansi di setiap lokasi menurun dalam setahun terakhir. Bahkan, tingkat hunian di Simatupang melorot di bawah 90%.