Bisnis.com, PEKANBARU - Sekitar 300 buruh perusahaan jasa penunjang dari perusahaan minyak Badan Operasi Bersama PT Bumi Siak Pusako-Pertamina Hulu melakukan aksi mogok kerja di beberapa area kerja di Provinsi Riau, menuntut kenaikan upah, Selasa (20/10/2015).
"Kami melakukan mogok kerja selama dua hari hingga tanggal 21 Oktober. Ada sekitar 300 pegawai yang ikut mogok pada hari ini di area kerja Zamrud dan Pedada," kata Ketua Umum Serikat Buruh Cahaya Indonesia Provinsi Riau, Adermi, kepada Antara di Pekanbaru.
PT Bumi Siak Pusako (BSP) merupakan perusahaan daerah di Provinsi Riau yang mengelola Blok CPP (Coastal Plain Pekanbaru) mulai 2002, setelah kawasan itu sebelumnya dikuasai PT Chevron Pasific Indonesia. BSP menggandeng PT Pertamina Hulu dengan membentuk Badan Operasi Bersama (BOB) untuk mengelola Blok CPP, dengan menandatangani Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 6 Agustus 2002.
Berdasarkan catatan Antara, ini bukan pertama kalinya buruh minyak BOB BSP-Pertamina Hulu melakukan mogok kerja. Aksi serupa juga pernah terjadi pada September 2013 karena perusahaan tidak menepati janji untuk pembayaran kenaikan gaji kepada pekerja perusahaan jasa penunjang sesuai kesepakatan dan peraturan yang berlaku.
Adermi mengatakan aksi mogok kerja ini berlangsung dengan damai dimulai pukul 07.00 hingga 17.00 WIB. Ratusan pekerja melakukan aksi berdiam diri dan berkumpul di depan gerbang masuk area Zamrud dan Pedada di Kabupaten Siak, Riau.
Menurut dia, aksi mogok kerja merupakan akumulasi masalah yang tidak kunjung diselesaikan oleh manajemen BOB BSP-Pertamina Hulu. Proses negosiasi sudah dimulai sejak Mei 2015 hingga melibatkan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Riau, namun pihak manajemen justru keluar dari pembicaraan negosiasi.
"Kami dengan sangat terpaksa melakukan mogok kerja karena pemerintah saja sudah tidak lagi dihargai oleh manajemen perusahaan. Mereka justru keluar dari proses negosiasi yang dimediasi oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi Riau dengan mengeluarkan surat bahwa masalah perusahaan jasa penunjang bukanlah urusan dari manajemen BOB BSP-Pertamina Hulu," kata Adermi menyayangkan sikap manajemen perusahaan.
Ia mengatakan ada empat poin tuntutan buruh yang selama ini diabaikan oleh manajemen.
Pertama, manajemen perusahaan diminta menerapkan upah sesuai ketentuan yang berlaku karena masih ada perusahaan jasa penunjang menetapkan upah di bawah aturan upah minimum sektor migas Provinsi Riau 2015 yang sebesar Rp2.465.000 per bulan.
Kedua, manajemen perusahaan tidak mengindahkan ketentuan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengamanatkan bahwa perusahaan perlu meninjau kenaikan upah sekurang-kurangya sekali setahun. "Tapi sudah dua tahun terkahir tidak ada kenaikan sama sekali. Itu menimbulkan masalah," tegas Adermi.
Ketiga, serikat buruh menuntut manajemen perusahaan memberikan pesangon bagi buruh perusahaan jasa penunjang yang kontraknya diputus. Ia menilai hal ini tidak manusiawi, padahal perusahaan minyak dan gas lainnya menerapkan kebijakan tersebut. "Terhitung sejak 2009 pekerja jasa penunjang tidak ada lagi pesangon. Dasar hukum kebijakan ini juga tidak jelas," katanya.
Keempat, ia mengatakan buruh meminta manajemen perusahaan menerapkan waktu kerja dan waktu istirahat sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. Contoh kasus, lanjutnya, ada pegawai di bidang "camp service" dan "office service" yang diberlakukan 10 hari kerja dan 10 hari libur. Ia menilai hal ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.234 tahun 2003 tentang Waktu Kerja dan Istirahat Pada Sektor Usaha Pertambangan dan Energi.
Dalam aturan itu, perusahaan seharusnya memberlakukan lima hari kerja dengan dua hari libur, 6 hari kerja dan satu hari libur, atau masa kerja dan libur dengan hitungan dua berbanding satu. "Akibatnya pekerja dirugikan karena hanya dapat 15 hari kerja sebulan dan pendapatan berkurang. Buruh bukan butuh waktu istirahat banyak-banyak tapi waktu kerja untuk mendapatkan tambahan pendapatan," katanya.
Hingga kini pihak manajemen BOB BSP-Pertamina Hulu belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait aksi mogok ini. Belum diketahui dengan pasti apakah mogok kerja ini mempengaruhi produksi minyak perusahaan tersebut.
Produksi minyak perusahaan itu ternyata terus turun dari tahun ke tahun, setelah sebelumnya sempat mencapai 34.000 barel per hari pada 2003. Berdasarkan data SKK Migas, produksi BOB BSP-Pertamina Hulu rata-rata hanya sekitar 13.000 barel per hari.