Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IMPOR SAPI: Menakar Untung & Rugi Pulau Karantina

Kementerian Pertanian dan DPR masih rutin membahas RUU Perkarantinaan Nasional. Bersama itu, pembahasan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pulau Karantina yang tenggat waktunya tahun depan pun terus dikebut.
Sistem dan skemanya tentu harus yang ramah pelaku usaha. /Bisnis.com
Sistem dan skemanya tentu harus yang ramah pelaku usaha. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian dan DPR masih rutin membahas RUU Perkarantinaan  Nasional. Bersama itu, pembahasan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pulau Karantina yang tenggat waktunya tahun depan pun terus dikebut.

Pulau Karantina adalah potret kebanggaan dari upaya keras pemerintah untuk dapat melakukan diversifikasi negara asal ternak.

Selama ini, Indonesia lebih bergantung pada Australia dan Selandia Baru yang memang nilai impornya paling efisien. Padahal, tercatat banyak negara yang juga bebas penyakit mulut dan kuku (PMK) seperti yang disyaratkan pada UU No 41 Tahun 2015 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH). Namun, negara lain lokasinya tidak sedekat jarak Negeri Kanguru ke Tanah Air.

Nah, dengan adanya Pulau Karantina, Indonesia dimungkinkan untuk mengimpor sapi dengan harga yang lebih kompetitif, dari negara-negara yang belum bebas wabah penyakit mulut dan kuku. Di pulau ini, sapi akan dibersihkan wabahnya, lalu langsung dapat dikonsumsi oleh masyarakat.

Pulau Karantina pun sudah ditentukan, yaitu Pulau Naduk di Provinsi Bangka Belitung. Luasnya 2.152 hektare kini tengah dilakukan studinya oleh tim yang dibentuk Badan Karantina Kementerian Pertanian. “Sekarang sedang kita susun PP-nya. Saya sudah sampaikan [ke negara alternatif] kalau kita akan punya Pulau Karantina. Pasti banyak peminatnya, sekarang saja sudah banyak yang menawarkan diri [untuk mengekspor sapi ke Indonesia],” kata Amran Sulaiman awal pekan ini.

Jika Pulau Karantina sudah beroperasi, maka Austalia bukan lagi satu-satunya pilihan. Asal pemasukan impor sapi terbuka lebar bisa berasal dari mana saja. Persoalan lainnya adalah, bagaimana para pelaku usaha yang selama ini mengimpor dari Australia, melihat keberadaan Pulau Karantina?

Sekilas pandang, Pulau Karantina tampaknya dapat menjadi peluang bagi pelaku usaha importir sapi yang selama ini mengimpor dari Australia. Mereka dapat membeli sapi dari negara lain yang harganya lebih kompetitif.

Namun, siapa sangka, ada pula yang menganggap keberadaan Pulau Karantina tidak akan berpengaruh banyak. Pasalnya, pelaku usaha menilai mendatangkan sapi dari negara yang tidak bebas PMK justru merupakan risiko yang harus mereka tanggung.

Safuan Kasno, Head of Country PT Santosa Agrindo (Santori) misalnya, mencontohkan saat Pulau karantina sudah beroperasi, pelaku usaha mengimpor dari negara yang tidak bebas PMK, maka sapi-sapi tersebut harus dimasukkan terlebih dahulu ke pulau. “Di Pulau Karantina tidak memungkinkan, lebih baik divaksinasi di asal negara saja. Itu nanti misalnya kita mengimpor 3.000 sapi, kalau tidak bisa dibersihkan, langsung dimusnahkan. Siapa yang mau seperti itu?” kata Safuan.

Daripada mengimpor dari negara-negara yang tidak bebas PMK, Safuan menilai pemerintah bisa melirik negara-negara yang populasinya banyak wilayah yang sebagiannya sudah bebas PMK.

Dia mencontohkan Brasil, yang saat ini hanya dua wilayah yang sapinya tercatat tidak bebas PMK. “Di Brasil itu ada 250 juta ekor sapi, kalau di Australia itu hanya 25 juta. Bandingkan saja. Sebagian besar mereka sudah ekspor ke Amerika Serikat dagingnya. Di Indonesia kita single supplier,  makanya Australia itu price maker  secara natural,” jelas Safuan.

India, kata Safuan, justru memiliki risiko yang amat besar karena seluruh wilayahnya belum bebas dari wabah PMK. Namun, pemerintah sudah terlebih dahulu menjajaki peluang impor dari negara tersebut.

Senada, Presiden Direktur Rum  pinaro Agro Industry, Djody Koesmenro mengatakan keberadaan Pulau Karantina mau tak mau menambah struktur biaya tertentu bagi pelaku usaha. Yang paling utama adalah risiko penyakit dan perawatan sapi selama masuk ke karantina. “Kalau pengusaha pada dasarnya kan  pasti mau beli yang lebih murah, lalu jual murah untuk dapat pangsa pasar yang lebih besar. Namun, kami pasti berhitung, apakah harganya masuk. Kalaupun sapinya 40% lebih murah, kalau masuk Pulau Karantina ada risiko lain yang ditanggung,” kata Djody.

Untuk itu, pemerintah disarankan hendaknya menata kem-bali sistem persapian dalam negeri dan benar-benar mengatur impor sapi. Keberadaan Pulau Karantina pun, kata Djody, jangan sampai membuka lebar keran impor yang justru merugikan komunitas lain, misalnya peternak rakyat.

Pulau ini pun telah memakan biaya yang tidak sedikit. Untuk studi awalnya saja, dana yang disiapkan mencapai Rp70 miliar. Pulau Karantina pun menjadi harapan masyarakat sekitar yang kelak berharap dapat membuka usaha penghiliran daging milik sendiri. Pemerintah  harusnya memulai sosialisasi bagaimana sistem yang nantinya diimplementasikan kalau Pulau karantina sudah beroperasi. Kalau pelaku usaha saja tidak tertarik, bukan tidak mungkin Pulau Karantina akan menjadi pulau terbengkalai.

Sistem dan skemanya tentu harus yang ramah pelaku usaha. Selama ini mereka terlalu nyaman mengimpor dari negara yang memang sudah dipastikan bebas PMK dengan biaya paling efisien.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dara Aziliya
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Jumat (16/10/2015)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper