Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basoeki Hadimoeljono tidak dapat menutupi rasa kecewanya ketika berkumpul bersama sejumlah perwakilan konsultan dan kontraktor besar di gedung Kementerian PUPR pada Selasa, 13 Oktober 2015.
Maksud Basoeki mengumpulkan para konsultan dan kontraktor besar kali ini adalah untuk meminta komitmen mereka mengimplementasikan sistem manajemen kesela-matan dan kesehatan kerja atau SMK3. Pasalnya, berdasarkan hasil pantauan yang dilakukan Kementerian PUPR terhadap pelaksanaan kontruksi proyek-proyek infrastruktur pemerintah, tingkat implementasi SMK3 masih sangat minim.
Basoeki berkali-kali mengungkapkan rasa nelangsanya di hadapan mereka. Banyaknya peristiwa kegagalan konstruksi yang terjadi beberapa tahun terakhir sudah cukup menjadi petunjuk ada yang salah dalam pelaksanaan kontruksi di Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Yusid Toyib mengungkapkan, sejumlah temuan tentang implementasi SMK3 di lapangan. Sampai dengan 2014, penerapan SMK3 baru terlaksana pada 19% dari proyek konstruksi yang ada.
Data pantauan hingga 9 Oktober 2015 terhadap 238 sampel proyek di seluruh Indonesia menunjukkan persentase tingkat implementasi SMK3 baru mencapai 32,02% atau masih dalam kategori tidak aman.Yusid menyampaikan sejumlah temuan di lapangan, yakni pekerja tidak memakai alat pelindung diri, tidak ada pagar pembatas area proyek, tidak ada jaring pengaman dan lampu penerangan, dan tidak ada jalan akses bagi pejalan kaki di sekitar proyek.
Selain itu, tidak ada manajemen pengatur lalu lintas yang aman di sekitar proyek, tidak ada rambu peringatan keselamatan, kabel tidak aman, pekerja tidak bersertifikat, dan tangga kerja yang tak layak pakai.
Padahal, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2014 tentang SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum. Namun, menurut Yusid, badan usaha jasa konstruksi dalam negeri umumnya tidak memerhatikan aturan tersebut. “Kita minta para kontraktor untuk lakukan SMK3 sesuai aturan. Tidak saja untuk keselamatan pekerja, tapi untuk seluruh masyarakat karena keselamatan kerja ini menyangkut seluruh masyarakat yang juga lalu-lalang di sekitar proyek,” katanya .
BERBANDING TERBALIK
Ironisnya, proyek yang diawasi dan ditangani bersama konsultan dan kontraktor asing justru dapat dilakukan dengan sepenuhnya mengikuti SMK3, misalnya proyek MRT Jakarta yang ditangani bersama Jepang. Mitra lokal di proyek tersebut, antara lain PT Wijaya Karya Tbk., PT Hutama Karya, dan PT Jaya Konstruksi. Demikian pula, ketika perusahaan dalam negeri menangani pekerjaan di luar negeri, kualitas SMK3 benar-benar dijaga. Namun, hal yang sama tidak diterapkan dalam proyek-proyek dalam negeri yang ditangani sendiri.
Yusid menyayangkan kasus kegagalan konstruksi yang terjadi beberapa waktu lalu, yakni tergulingnya crane di proyek normalisasi Sungai Ciliwung di Jakarta, dan robohnya deck Jembatan I Dompak, Kepulauan Riau, pada bulan ini. Perisitiwa tersebut menambah daftar panjang kecelakaan kerja dan kegagalan konstruksi yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini.
Berapa di antaranya, robohnya Jembatan Kutai Kertanegara di Kalimantan Timur (November 2011) yang terjadi pada saat pekerjaan pemeliharaan dilakukan. Dari peristiwa tersebut, 40 orang dilaporkan hilang dan mayoritas meninggal di tempat kejadian. Lalu runtuhnya kanopi stadion tenis di Riau (September 2012) dan runtuhnya plat tangga pada proyek GOR Koja di Jakarta (September 2013). Selain itu juga runtuhnya pelat lantai pada proyek rumah toko di Samarinda (Juni 2014) yang menelan korban meninggal 12 orang dan 30 pekerja luka-luka.
Peristiwa lainnya, runtuhnya pelat lantai proyek jembatan penghubung Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada tahap pelaksanaan konstruksi (Oktober 2014), dan runtuhnya hanggar Bandara Sultan Hasanudin, Makassar (Maret 2015) yang menelan 5 orang korban jiwa dan 7 orang luka berat.
Kualitas pelaksanaan konstruksi yang masih rendah ini menimbul-kan pertanyaan menggelisahkan tentang kesiapan pelaksana konstruksi dalam negeri untuk bersaing mempertahankan pasar dalam negeri dari serbuan asing ketika era Masyarakat Ekonomi Asean dimulai akhir tahun ini.
Kecelakaan kerja dapat menu-runkan indeks kompetitif suatu bangsa. Kinerja perusahaan penyedia jasa pun menurun karena waktu dan biaya yang terbuang untuk mengurusi kecelakaan. Awal tahun ini, ketika pemerintah mulai mewacanakan pelibatan tenaga asing untuk mengawasi kinerja pengawasan proyek dalam negeri, kalangan kontraktor dan konsultan pun menyuarakan protes keras. Namun, dengan realita di lapangan saat ini, integritas kontraktor dan konsultan dalam negeri pun dipertanyakan.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Kontraktor Indonesia Zali Yahya mengatakan penerapan SMK3 sejauh ini memang belum menjadi budaya praktik di kalangan kontraktor Indonesia. Selain itu, tuntutan dari pemilik proyek terhadap SMK3 dan juga kualitas pengawasan masih relatif rendah. “Kalau dua hal itu ada, yakni kesadaran dari kontraktor dan tuntutan dari pemilik proyek dan pengawas untuk merapkan SMK3, seharusnya bisa diterapkan efektif,” katanya.
Zali menuturkan sejauh ini memang belum ada sistem reward and punishment yang diterapkan asosiasi terhadap anggota yang menerapkan dan mengabaikan SMK3. Meski demikian, sebenarnya anggota asosiasi umumnya telah mengantongi sertifikat standar SMK3 internasional. Menurutnya, jika kontraktor memiliki kesadaran yang tinggi, sejak melakukan penawaran proyek mereka telah memasukkan unsur SMK3 dalam penawarannya.
Konsekuensinya memang penawaran menjadi tidak kompetitif. “Oleh karena itu, pemerintah juga sebaliknya ketika mengevaluasi penawaran metode kerja yang diajukan kontraktor, efek safetynya harus diberi credit point, jangan hanya efek harga!” katanya. Proyek-proyek sektor konstruksi memang memiliki kontribusi besar terhadap PDB, yakni sekitar 10%. Namun, porsi kecelakaan kerja di industri kontruksi tergolong paling besar, yakni mencapai 32%.
Langkah tegas pemerintah masih dinanti untuk memastikan penurunan angka kecelakaan kerja dan kegagalan konstruksi. Bila tidak, seperti apa pun prestasi pembangunan, Indonesia tidak dapat sepenuhnya tersenyum bila masih banyak korban jiwa di bidang konstruksi.