Bisnis.com, BOGOR- Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Harry Azhar Azis menekankan Indonesia perlu menentukan indikator terperinci tentang kesejahteraan agar penggunaan anggaran bisa berdampak positif bagi masyarakat.
Selama ini, ujarnya, pemeriksaan anggaran masih berkutat pada masalah administrasi keuangan yang berkolerasi dengan berbagai status seperti Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
"Padahal di dalam Undang-undang Keuangan Negara, selain akuntabilitas juga ada kalimat digunakan untuk kemakmuran negara," ujarnya, Senin (12/10/2015).
Menurutnya, indikator untuk menilai apakah penggunaan anggaran oleh pemerintah pusat maupun daerah terdiri dari empat hal yaitu angka kemiskinan, angka pengangguran, rasio gini (ketimpangan kekayaan) serta indeks pembangunan manusia.
Karena itu, menurutnya pemerintah seharusnya segera menentukan tolak ukur dari empat aspek tersebut sehingga pengawasan penggunaan anggaran bisa dipertanggungjawabkan hingga ke tataran kemakmuran rakyat seluas-luasnya.
BPK, lanjutnya, berdasarkan UU BPK tidak memiliki hak keberatan penggunaan anggaran untuk tujuan tertentu yang dilakukan oleh pemerintah.
Sejauh ini, lembaga tinggi negara itu hanya diberikan ruang untuk menyatakan pendapat sebagai antisipasi penggunaam anggaran itu tidak terseret ke dalam kasus administrasi dan hukum.
Dia mengatakan sejauh ini pihaknya sudah menjalin komunikasi dengan para pihak seperti DPR dan Presiden sehingga indikator tersebut bisa disepakati secara terperinci.
"Harus terperinci misalkan untuk angka kemiskinan mau gunakan data mana, BPS, BKKBN atau mana. Itu salah satu contohnya," ucapnya.
Berdasarkan data BPK, selama 2014 dari 538 pemerintah daerah, 71% di antaranya telah mendapatkan status Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) WTP.
Sementara 5% di antara ratusan pemda itu mendapatkan status disclaimer.