Bisnis.com, JAKARTA - Sampai akhir 2015 properti di sektor perkantoran masih akan mengalami perlambatan. Pasalnya, banyaknya suplai tidak sebanding dengan jumlah kebutuhan pasar.
Associate Director Colliers Indonesia Ferry Salanto mengatakan, perlambatan penyerapan pasar masih akan terasa pada 2016, walaupun ada kenaikan permintaan dibandingkan tahun sebelumnya, tetapi.
Namun, bila kondisi perekonomian nasional membaik, dia yakin bisnis perkantoran akan kembali bergeliat. Berdasarkan riset yang dilakukan Colliers, adanya pertumbuhan GDP berbanding lurus dengan meningkatnya serapan perkantoran.
Mengantisipasi lesunya bisnis perkantoran, dalam beberapa proyek strata tittle pengembang memilih menawarkan produknya dengan sistem sewa, daripada tidak kunjung terjual. Bagi yang masih dalam tahap perencanaan, jadwal pengembangan masih akan ditahan.
Ferry berpendapat, dalam kondisi perlambatan seperti sekarang pengembang perlu menerapkan target penjualan yang realisti, karena jumlah konsumen masih sedikit bila dibandingkan melimpahnya suplai.
“Dalam hal ini, pengembang perlu bersikap lebih fleksibel dan bernegosiasi dengan calon konsumen. Tentunya konsumen mencari produk yang berkualitas dengan harga terbaik,” ujarnya kepada Bisnis.com, Kamis (1/10/2015).
Head of Research and Advisory Cushman & Wakefield Indonesia Arief Rahardjo menilai secara historis, pertumbuhan ekonomi yang digambarkan dalam Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) sangat berpengaruh terhadap tingkat permintaan di sektor perkantoran.
Jadi, dapat dikatakan pergerakan permintaan atau pasar perkantoran menunjukan dampak dari pertumbuhan ekonomi dalam suatu periode.
Sejak perekonomian nasional membaik pasca krisis moneter 1998, pasar perkantoran terus menanjak signifikan, walaupun ada sedikit penurunan pada awal tahun 2008 hingga pertengahan 2009. Tingkat okupansi yang menurun turut menekan harga sewa menjadi semakin murah. Namun, pertengahan 2009 sampai dengan 2014 gfrafik harga semakin meninggi seiring dengan pulihnya okupansi.
Melihat peluang pasar yang menjanjikan, sambung Arief, developer berlomba-lomba membangun gedung perkantoran di kawasan pusat bisnis, sehingga suplai ke depan sampai 2018 akan berlimpah. Namun, fenomena ini tentunya berpotensi mengoreksi angka okupansi.
Berdasarkan hasil riset lembaga konsultan properti Cushman & Wakefield Indonesia, sekitar 608.000 m2 ruang perkantoran akan masuk ke CBD pada semester II/2015. Bila jumlah ini tercapai, maka akan menjadi pasokan terbesar yang pernah tercatat di pasar perkantoran pusat bisnis Jakarta.
Selanjutnya, pada 2015 sampai 2018 terjadi penambahan pasokan yang sangat banyak, sehingga setiap tahunnya diperkirakan 600.000 m2 – 800.000 m2 ruang perkantoran akan masuk. “Hal ini yang akan mengoreksi tingkat hunian yang akan terjadi di tiga tahun mendatang,” ujarnya.
Sampai semester I/2015, okupansi ruang perkantoran bisa mencapai 92%. Namun, hingga akhir tahun tingkat hunian akan terus menurun menjadi 83%.