Bisnis.com, JAKARTA - Pakar ekonomi berpendapat pemerintah perlu melakukan deregulasi dalam jangka pendek untuk menumbuhkan kepercayaan dunia usaha dalam negeri.
Pakar ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (ndef) Didik J Rachbini mengatakan saat ini perekonomian nasional berkejaran dengan tekanan dari penguatan dolar AS.
Tekanan tersebut perlu ditanggulangi, salah satunya dengan meluncurkan deregulasi jangka pendek seperti penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik.
Adaya penurunan harga BBM dan tarif listrik, lanjut Didik, akan mengencangkan laju produksi pabrik, sehingga kegiatan industri akan bergerak secara signifikan.
“Kalau itu [BBM dan tarif listrik] bisa turun, dalam dua minggu ke depan sudah terlihat hasilnya,” tukasnya setelah acara diskusi Perspektif Indonesia di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (26/9/2015).
Menurutnya, penurunan biaya dua elemen tersebut perlu adanya kesepakatan, yakni hanya boleh dilakukan ketika saat krisis. Pasalnya, bisa harga melandai terus, pemerintah akan keteteran untuk menaikkannya kembali sesuai harga internasional.
"Jadi, ketika kondisi prekonomian membaik, pemerintah dapat kembali menaikkan biaya BBM dan listrik," kata Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi Kadin Indonesia ini.
Terkait paket kebijakan ekonomi yang dilincurkan pemerintah 9 September 2015 lalu, Didik berpendapat hal tersebut masih belum cukup. Sebagai contoh, pada era 1980-an, jumlah deregulasi peraturan bisa mencapai ratusan untuk menggenjot kegiatan ekonomi nasional.
Paket kebijakan ekonomi ini dinilai masih terlalu lemah dan perlu adanya rangkaian yang berkelanjutan. “Ini sudah mulai bagus, tapi kurang kencang. Pemerintah sudah keteteran dengan tekanan dolar AS.
"Adanya regulasi dalam jangka pendek dan konkret dapat membangun kepercayaan dari masyarakat dan dunia usaha,” ujarnya.