Darurat Kalibrasi Data
Bustanul melihat perdebatan data produksi pangan memang sudah mengakar dan masif terjadi. Padahal, ada empat faktor utama ketahanan pangan yang masih harus cukup jauh dari kondisi saat ini yaitu ketersediaan, akses, stabilitas harga, dan pemanfaatan pangan.
Situasinya adalah bahu-membahu BPS-pemerintah daerah ini membuat data yang ujungnya dirilis BPS menjadi data politis. Apa yang mau didengar oleh Pemerintah Pusat, itulah apa yang disampaikan pemda.
Bustanul mencontohkan misalnya pada rezim pemerintahan sebelumnya, seluruh stakeholder seolah memahami ‘Kebohongan 5 Ton’. Saat itu, jika pemerintah mengatakan produksi gabah adalah 70 juta ton, maka angka sebenarnya adalah 65 juta ton atau lebih rendah 5 juta ton.
“Dan kalau dikatakan ada stok beras 5 juta ton, itu berarti stoknya nol. Kalau pemerintah yang sekarang ini cenderung mengakui seluruhnya benar,” jelas Bustanul.
Untuk itulah pemerintah diminta untuk segera melakukan kalibrasi data. Bagaimana mungkin soal produksi pangan yang menyangkut hajat hidup masyarakat luas, hanya diukur sekelebat kemampuan mata.
Sekali lagi, patut diingat bahwa data Aram I BPS yang per 1 Juli lalu yang dirilis BPS bukanlah data tetap. Itu masih data awal yang proyeksi akuratnya hanya pada produksi 4 bulan pertama tahun ini. Data itu jelas bukan untuk menjadi acuan utama, memang harus dievaluasi.
Dengan hadirnya Wapres Kalla yang meminta data dievaluasi, kita harapkan menjadi tonggak awal mula bangsa ini mulai jujur perkara data pangan. Jelas bahwa swasembada adalah cita-cita mulia. Mari kita hentikan dulu drama perdebatan keakuratan data.