Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom Sebut Kondisi Ekonomi Indonesia Saat Ini Lebih Kompleks

Ekonom menyatakan kondisi perekonomian Indonesia saat ini berada dalam keadaan yang lebih kompleks dibandingkan pada 2008.
Papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) terlihat dari kaca mata karyawan saat di Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Selasa (18/8). /Bisnis Abdullah Azzam
Papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) terlihat dari kaca mata karyawan saat di Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Selasa (18/8). /Bisnis Abdullah Azzam
Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom menyatakan kondisi perekonomian Indonesia saat ini berada dalam keadaan yang lebih kompleks dibandingkan pada 2008.
 
Direktur Eksekutif Mandiri Institute Destry Damayanti mengatakan permasalahan yang dihadapi sekarang dibandingkan kondisi pada 2008 dan 2009 sangat berbeda karena kondisi perekonomian saat ini justru lebih kompleks.
 
Pada 2008, Indonesia masuk dalam kondisi krisis akibat kasus perumahan di Amerika Serikat (AS).
 
"Ekonomi Indonesia pada 2009 tumbuh 4,5% karena banyak aliran masuk ke Indonesia, dengan harga komoditas yang naik, mempengaruhi pendapatan masyarakat. Memang ekonomi global buruk, tapi ada booming komoditi," ujarnya di Plaza Mandiri, Senin (21/9/2015).
 
Saat krisis 2008, kondisi perekonomian nasional masih kuat dengan harga komoditas yang tinggi mendorong investasi di dalam negeri.
 
Indonesia yang bergantung pada komoditas saat itu juga memperoleh keuntungan karena banyak wilayah bergantung pada komoditas. Komoditas inilah membuat pendapatan dan daya beli masyarakat menjadi meningkat.
 
"Booming komoditi memang high leverage, jadi leverage-nya memang tinggi sehingga sektor keuangan ada likuiditas. Apalagi ada stimulus, mereka tidak mungkin taruh lagi di sektor keuangan," katanya.
 
Destry menuturkanharga komoditas ini tertekan dan menurun sejak 2012 sehingga ekonomi Indonesia mengalami deselerasi.
 
Sebab, para investor menyadari pelemahan ekonomi global membuat orang menarik investasi pada komoditas.
 
"Orang sadar ternyata komoditas naik tidak ada alasannya. Global demand tidak ada. Orang justify, orang berpikir tidak masuk akal," ucapnya.
 
Pada saat yang sama, tambah Destry, terjadi normalisasi kebijakan moneter dimana pengurangan stimulus atau tappering off dilakukan sejak 2013.
 
Tak hanya itu, kondisi melemahnya perekonomian China juga memperkeruh perekonomian nasional. Pemerintah China pun memutuskan untuk mendevaluasi mata uang Yuan.
 
"Yuan masih over value, secara fundamental dan artinya ekonomi domestik belum recovery akan dorong ekspornya, ekspor meningkat. Amerika yang recover akan mundur lagi makanya The Fed menaikan bunga mundur," tutur Destry.
 
Dengan kondisi global yang masih belum membaik, dia menyarankan agar pemerintah memberikan strategi yang tepat seperti menggerakan reindustrilisasi dan mendorong konsumsi dalam negeri.
 
"Ini kondisi tidak mudah. Jadi strategi yang diambil pemerintah harus bertumpu domestik ekonomi. Kita harus sangat jeli melihat sektor apa yang harus didorong ke depan. Ini perlu suatu terbosoan," ujar Destry.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yanita Petriella
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper