Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penerapan IPOP, Pemerintah Segera Klarifikasi 5 Perusahaan

Pemerintah segera memanggil lima perusahaan besar sawit yang ikut menandatangani The Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP) guna mencari solusi dari dampak buruk penerapan IPOP di Indonesia.
Petani sedang panen tandan buah segar kelapa sawit/Jibi
Petani sedang panen tandan buah segar kelapa sawit/Jibi

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah segera memanggil lima perusahaan besar sawit yang ikut menandatangani The Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP) guna mencari solusi dari dampak buruk penerapan IPOP di Indonesia.
 
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud  akibat penerapan IPOP tersebut sudah ada perusahaan di Medan dan di Aceh yang tidak bisa menjual CPOnya ke grup usaha Wilmar. "Ini kan dampak selanjutnya ke petani, sebab perusahaan tersebut juga banyak membeli sawit dari petani.
 
Apabila nantinya semua perusahaan menengah dan kecil tidak bisa menjual CPOnya kepada lima perusahaan besar tersebut," kata Musdhalifah.
 
"Bayangkan kalau masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya pada sawit, tapi tiba-tiba TBSnya (tandan buah segar) tidak laku dijual, kan bisa kacau. Apalagi para petani ini jumlahnya ada 4,5 juta," jelasnya.
 
Menurut Musdhalifah, sebenarnya kesepakatan antara perusahaan Indonesia dengan manajemen IPOP merupakan urusan business to business (B to B). Namun karena berdampak pada petani dan perekonomian nasional, maka pemerintah wajib menyelesaikan persoalan ini.
 
"Apalagi situasi ekonomi kita sedang kayak gini. Pemerintah tidak ingin industri sawit hancur. Karena ini merupakan komoditas unggulan yang terbukti telah memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional," katanya.
 
Terkait dengan isu keberlanjutan yang diusung IPOP ini, Musdhalifah mengatakan bahwa pemerintah Indonesia telah memiliki standarisasi yang dinamakan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Oleh karena itu, sebenarnya pelaku sawit di tanah air cukup mengikuti ISPO ini, apalagi ISPO sifatnya wajib diikuti perusahaan sawit di Indonesia.
 
“Kita sudah ada ISPO, kita tidak bisa adopsi pledge (IPOP). Di lapangan sudah banyak dampak yang terjadi, misal, di Aceh sudah ada kebun sawit kerja sama dengan Wilmar, tetapi karena mereka masih mau bangun, CPO tak bisa dijual ke Wilmar,” jelasnya.
 
Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), San Afri Awang menilai komitmen lima perusahaan sawit nasional yang tergabung dalam IPOP sebagai sesuatu yang tak masuk akal karena disebutkan pembangunan sawit harus nol deforestasi dengan memasukkan  hutan sekunder dan belukar tua, sebagai lahan yang tak boleh dieksploitasi. 

Menurut dia, meskipun luas kebun sawit di Indonesia sudah mencapai 10 jutaan hektar, tetapi pemerintah tetap khawatir dengan komitmen IPOP yang menetapkan standar tinggi ini. Terlebih, kata Awang, usulan-usulan yang masuk banyak ingin membangun kebun sawit, terutama di Papua.
 
“Andaikata terjadi tukar menukar lahan APL (Alokasi Penggunaan Lain) dan HPK (Hutan Produksi Konversi), tidak bisa karena stok karbon masih di atas 35. Jadi sulit karena masih banyak orang mau bangun di Papua,” terangnya.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper