Bisnis.com, Jakarta—Selain membutuhkan insentif fiskal, Kementerian Perindustrian menyatakan pelaku industri dalam negeri sangat membutuhkan harga energi yang rendah serta kepastian pasokan bahan baku dan penolong.
Haris Munandar N., Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian, mengatakan pemberian harga energi khususnya gas yang rendah akan berdampak secara langsung ketimbang insentif fiskal seperti tax holiday yang menunggu beberapa tahun pembangunan pabrik.
“Penurunan harga gas akan berdampak sangat signifikan, karena ada yang dijadikan sebagai bahan baku ada juga sebagai energi. Selain harga yang rendah, industri juga membutuhkan kepastian pasokan,” ujarnya kepada Bisnis.
Pasal, sejumlah industri diketahui tidak mampu menambah volume produksi akibat keterbatasan pasokan gas dari PT PGN. Tetapi, jika ingin mendapatkan tambahan pasokan, terdapat harga khusus untuk menebusnya.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah harus menutup kekosongan struktur industri dengan menarik investasi di sektor hulu atau produsen bahan baku dan penolong. Hingga kini, jika dirata-rata 70% pasokan bahan baku dan penolong industri dalam negeri masih impor.
Faktor lain yang tak kalah penting, lanjutnya, pemerintah harus mampu mengontrol penaikan upah pekerja yang disesuaikan dengan kondisi industri. Di tengah perlambatan ekonomi dan penurunan daya beli masyarakat seperti saat ini, penaikan upah berisiko meningkatkan pengurangan tenaga kerja.
“Apakah dengan kondisi saat ini masih akan menaikkan upah pekerja. Harus ada moratorium penaikan upah pekerja. Indonesia tengah mengalami extra ordinary condition, setelah fase ini dilewati baru boleh ada penyesuaian upah,” tuturnya.
Di lain pihak, Adhi S. Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), mengatakan industri mamin yang sebagian bahan bakunya masih impor membutuhkan stabilitas nilai tukar dalam waktu dekat.
“Selain itu, pemerintah harus segera mereview regulasi yang menghambat. Misalnya, dibatalkannya UU Sumber Daya Air oleh Mahkamah Konstitusi, perizinan di daerah yang masih lambat dan mahal,” ujarnya kepada Bisnis.
Untuk menjaga pertumbuhan industri makanan dan minuman, lanjutnya, pemerintah juga dapat menghapus kembali pajak pertambahan nilai untuk produk pertanian serta memberi bunga rendah khusus dalam aktivitas ekspor.
Pemerintah pusat juga harus mengevaluasi peraturan daerah yang membebani ongkos produksi manufaktur. Misalnya, sejumlah daerah memiliki peraturan tentang biaya pendaftaran forklift atau alat angkut yang digunakan di dalam pabrik dan gudang.
“Setelah melakukan pendaftaran, Pemda tidak melakukan apa-apa, untuk apa perusahaan harus bayar,” tuturnya.