Bisnis.com, BALIKPAPAN--Sudah terlalu lama rasanya Kalimantan terlena oleh melimpahnya sumber daya alam. Hari ini, ketika harga-harga komoditas tak kunjung membaik dan pertumbuhan ekonomi hanya sampai 2%, ke mana Kalimantan harus beralih?
Marhumi (50) terlihat asyik merapikan sarung dan kain khas Samarinda yang dipamerkannya Jumat (21/8) sore itu. Warga Samarinda Seberang ini sesekali menyapa pengunjung yang mampir ke stand miliknya. Melalui brand ‘Putri Mahakam’, Marhumi menjual beraneka warna dan corak kain tenun khas Tanah Borneo.
“Kami pakai pewarna alami untuk tenun ini,” katanya sumringah.
Marhumi hanyalah satu dari dari sekitar 284 pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang diboyong Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dalam acara bertajuk ‘Gebyar Kaltim2015’. Bertempat di halaman parkir Stadion Madya Sempaja, Samarinda ratusan UKM ini menempati stand berukuran 3 x 3 meter menjajakan hasil karyanya.
Ada nuansa yang berbeda saat mengunjungi pameran ini. Di tengah keterpurukan harga komoditas yang menghantam Kalimantan, terselip optimisme yang membuncah. Lupakan sejenak soal batu bara yang telah puluhan tahun menghidupi dapur masyarakat. Tidak kurang dari 125 perusahaan batu bara kolaps di Kalimantan Timur. Akibatnya, 5.000 orang terpaksa dirumahkan.
Dari binis minyak dan gas juga tidak jauh berbeda. Ekspor komoditas andalan ini terus merosot dari tahun ke tahun. Tahun lalu, ekspor migas dari Kalimantan Timur anjlok 15% menjadi US$10,86 miliar dari sebelumnya US$12,86 juta.
Dalam pameran ‘Gebyar Kaltim 2015’ sekali lagi, ada nuansa yang berbeda. Semua orang mengamini tren penurunan ini dan tidak yakin kapan bisa kembali. Namun Kalimantan nampaknya siap mengalihkan fokus kepada pelaku UKM, sektor usaha yang selama ini dikenal tangguh menghadapi gelombang krisis.
Terlambat? Boleh jadi. Namun seperti kata pepatah, tidak ada kata terlambat untuk memulai hal baru yang akan membawa perubahan.
Lihatlah Marhumi. Wanita ini telah memulai usaha Kain Samarinda sejak 1985. Selama 30 tahun Marhumi konsisten memproduksi kain menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM). Indonesia boleh saja dihantam krisis dua kali—1998 dan 2008—toh usaha kain tenun miliknya tetap bertahan dan bahkan kian berkembang.
Tahun lalu, Marhumi sempat memboyong hasil karyanya dalam pameran di Kota Kinabalu, Malaysia. Hasilnya tidak mengecewakan. Kain Samarinda rupanya juga diminati masyarakat di Negeri Jiran. “Akhir-akhir ini pemerintah memang banyak membantu UKM. Termasuk memberikan berbagai pelatihan agar produk kita bisa diterima masyarakat luas,” ujarnya.
Kerajinan tangan di Kalimantan tentu sudah jauh tertinggal jika dibandingkan Yogyakarta atau Bandung. Namun, anjloknya harga komoditas ini rupanya membawa hikmah tersendiri. Berita baiknya, Kalimantan mulai menyadari hal itu.
Sektor Pariwisata
Harus diakui, ‘Gebyar Kaltim 2015’dikemas dengan baik. Arena pameran diberikan pendingin ruangan yang membuat nyaman. Stand-stand UKM berjajar rapi dengan aneka produk khas Tanah Borneo. Semua hasil karya UKM ini menunjukkan geliat ke arah yang sama. Pariwisata.
Selain Marhumi dengan kain-kainnya, ada juga Heriyanto yang memproduksi aneka penganan khas Kalimantan. Mata pengunjung juga akan dimanjakan oleh beragam kerajinan tangan seperti tas, dompet, dan pakaian. Promosi pariwisata juga digencarkan untuk menarik jumlah turis. Jujur saja, selain Kepulauan Derawan, apalagi pariwisata Kalimantan yang terfikir di kepala Anda?
Dalam kunjuangannya ke Balikpapan beberapa waktu lalu, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardhoyo mengatakan ekonomi kawasan ini harus segera move on dari sektor komoditas. Sektor pariwisata dinilai bisa menjadi ‘pohon uang’ yang sepadan dengan batu bara, migas atau kelapa sawit yang memabukkan.
“Daerah ini punya pantai, hutan, dan keanekaragaman hayati yang luar biasa. Pemerintah daerah harus segera melihat ini sebagai potensi yang bisa dikembangkan,” ujarnya.
Membandingkan batu bara dengan kerajinan tangan UKM memang tidak sepadan. Puluhan tahun sudah batu bara menjadi candu yang melenakan. Ibarat terapi, masyarakat mulai mengurangi kecanduannya untuk beralih ke sektor-sektor produktif. Pariwisata berpotensi menjadi candu baru saat ini.
Kalimantan Timur memang beruntung memiliki Sungai Mahakam yang terbaring sepanjang 920 km. Sungai terpanjang kedua di Indonesia ini membelah Kabupaten Mahakam Ulu, Kutai Barat, Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda. Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek dalam berbagai kesempatan mengatakan Sungai Mahakam yang selama ini menjadi transportasi utama batu bara berpotensi besar dikembangkan menjadi daerah wisata.
Pariwisata memang akan menjadi kunci. Pariwisata akan mendorong berkembangnya industri pendukung yang digeluti pelaku UKM. Sekjend Asosiasi Eksportir dan Produsen Handicraft Indonesia Sugiharto mengamini hal tersebut. Menurutnya, produk kerajinan di Kalimantan memiliki potensi besar menembus pasar ekspor. Syaratnya, UKM harus bisa menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi.
“Pelaku UKM harus mulai memperhatikan cara pengemasan dan model bisnis yang bagus. Di sinilah pemerintah harus menunjukkan perannya,” katanya kepada Bisnis, Jumat (21/8).
Batu bara memang telah berkontribusi besar membangun Kalimantan. Namun lihatlah, tidak lebih dari satu dekade masyarakat meraup madunya, dengan berbagai resiko lingkungan yang tidak sedikit. Bandingkan dengan Marhumi dan kain tenunnya yang sudah tiga dekade bertahan melampaui zaman.