Bisnis.com, JAKARTA— Para pelaku usaha aspal berencana melayangkan surat ke presiden guna melakukan peninjauan ulang atas eskalasi biaya terhadap proyek yang menggunakan aspal.
Ketua Asosiasi Aspal Beton Indonesia (AABI) Zulkarnain Arief mengungkapkan melemahnya nilai tukar rupiah menyebabkan membengkaknya biaya operasional yang harus dia keluarkan.
“Harga aspal dan beton tahun ini mengalami masa suram. Harga sudah semakin tinggi sebab harga yang ditetapkan pemerintah itu ketika harga dolar hanya Rp11.000, dan sejak naik hingga Rp13.000 sampai Rp14.000 ini sudah sangat merugikan kontraktor, terutama kontraktor di daerah,” ujarnya, Selasa (25/8/2015).
Menurutnya, produsen aspal dalam negeri baru mampu memproduksi 25% total kebutuhan nasional yang mencapai 1,2 juta ton, atau sekitar 300.000 ton. Adapun sisanya yakni sekitar 900.000 ton masih mengandalkan aspal impor.
Dia menambahkan, depresiasi rupiah tidak akan terlalu berdampak buruk bagi proyek jangka panjang atau multiyears. Sebaliknya, proyek dengan kontrak single year yang kebanyakan berada di daerah akan terkena imbasnya.
“Kami akan bersurat perihal situasi yang memungkinkan bisa diarahkan pada kondisi darurat (force majeure). Ini harus bisa diantisipasi. Jangan sampai proyek-proyek di daerah terhenti gara-gara kondisi rupiah yang melemah, sebab dari semua konstruksi, aspal yang paling berdampak,” katanya.
Seperti diketahui, dalam Peraturan Presiden (perpres) Nomor 4 tahun 2015 tentang perubahan keempat atas perpres no. 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah, diatur ketentuan mengenai eskalasi biaya proyek yang tengah berjalan jika terjadi keadaan kahar (force majeure ).
Dalam pasal 91 ayat 1 disebutkan bahwa keadaan kahar adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak para pihak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban yang ditentukan dalam kontrak menjadi tidak dapat dipenuhi.