Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

API Minta Anti Dumping Tidak Diterapkan Untuk Serat Polyester

Asosiasi Pertekstilan Indonesia khawatir kehilangan potensi ekspor senilai US$500 juta ke China jika pemerintah melanjutan perpanjangan pengenaan bea masuk anti dumping atas impor polyester stable fiber (PSF).
Ilustrasi/eratexco.com
Ilustrasi/eratexco.com

Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi Pertekstilan Indonesia khawatir kehilangan potensi ekspor senilai US$500 juta ke China jika pemerintah melanjutan perpanjangan pengenaan bea masuk anti dumping atas impor polyester stable fiber (PSF).

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ernovian G. Ismy mengatakan rekomendasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) dalam sunset review atas impor PSF daru India, China dan Taiwan akan berpotensi mengurangi ekspor benang ke negara tersebut.

Menurutnya, untuk pasar ekspor benang ke China saja, setiap tahunnya mencapai US$500 juta. Tidak hanya itu, implementasi kebijakan BMAD akan berpotensi dibalas oleh negara termohon untuk tidak mengambil produk tekstil dari Tanah Air.

KADI sediri telah memulai penyelidikan sunset review pada 9 Desember 2015 dan interim review pada 22 Desember 2014. Dari Laporan Data Utama dari KADI yang diperoleh API, terungkap bahwa komite tersebut akan merekomendasikan perpanjangan BMAD atas impor PSF dan bahkan mengenakan BMAD terhadap lima produsen dari China sebesar 5,06% sampai dengan 17,58%.

“Kalau dari benang saja naik, maka industri hilirnya juga akan naik. Lima tahun lalu kami setuju jika diterapkan, karena industri dalam negeri harus berkembang, tetapi sekarang kalau dilanjutkan, industri tekstil yang sedang merosot bisa semakin terbenam,” tuturnya dalam konferensi pers, Senin (24/8).

Selama BMAD PSF diberlakukan sejak 2011, neraca perdagangan hanya mengalami kinerja positif pada tahun lalu. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, defisit neraca perdagangan serat polyester senilai US$94,4 juta pada 2011, merosot menjadi US$62,3 juta pada tahun selanjutnya, dan mencapai puncaknya pada 2013 senilai US$107,05 juta.

Sementara itu, kinerja ekspor unggul senilai US$4,6 juta pada 2014, untuk semester I/2015 surplus neraca perdagangan senilai US$21,9 juta. Ernovian mengatakan diterapkan kebijakan tersebut, tidak mengikuti upaya pemerintah yang menghindarkan industri dalam negeri dikenakan dalam kebijakan anti dumping negara lain.

Menurutnya, Kementerian Perdagangan sendiri telha berjuang kerasa memberikan pembelaan kepada API dalam sunset review anti dumping atas produk spun yarn di Turki selama 2014 – 2015 untuk mempertahankan dua produsen Indonesia yang tidak terbukti dumping yang mencau pada Article 5.8 Agreement serta Jurisprudensi WTO.

“Impor kita juga hanya 30% untuk kebutuhan 285 industri pemintalan. Sekarang kalau terus diterapkan semakin tidak kompetitif industri kita,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper