Bisnis.com, JAKARTA— Pengusaha pertekstilan dalam negeri meminta pemerintah mengeluarkan regulasi yang mengatur operasional gudang penyimpanan khusus kapas atau buffer stock untuk memangkas ongkos logistik hingga 20%.
Ernovian G. Ismi, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia, mengatakan regulasi yang telah diminta sejak satu tahun lalu terkait aturan main buffer stock di Cikarang Dry Port hingga kini belum dikeluarkan.
“Sudah berkali-kali rapat dengan Bea Cukai, Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan, Kemenperin, Kemenko Bidang Perekonomian, tapi sudah satu tahun tidak keluar juga regulasinya,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (19/8/2015).
Regulasi tersebut mendesak dikeluarkan, agar buffer stock kapas yang pembangunannya ditargetkan selesai pada tahun depan dapat langsung dimanfaatkan.
Menurutnya, regulasi yang diminta pengusaha adalah selama barang masih berada di dalam gudang tidak diberlakukan peraturan impor, dalam hal ini komoditas kapas tidak dikenakan bea masuk, pajak dan sejenisnya.
Regulasi yang diminta juga harus menjelaskan selama kapas di dalam buffer stock, barang masih berstatus milik negara asal dengan batas waktu maksimal satu tahun. Dengan demikian, produk dapat di ekspor kembali ke negara lain.
Melalui sistem yang telah diterapkan di Malaysia, Singapura, dan Thailand ini ongkos logistik industri tekstil dapat turun hingga 20%. Selain itu, skema ini dapat menarik produsen kapas dunia menitipkan barang di Indonesia.
Selama ini 40% pasokan kapas ke Indonesia harus disimpan dahulu di Malaysia dan Singapura. Padahal, industri pertekstilan dalam negeri menyerap 700.000 ton kapas per tahun dan menjadikan Indonesia konsumen tertinggi keempat setelah China, India, dan Vietnam.