Bisnis.com, BANDUNG—Direktorat Jenderal Pajak menargetkan tax ratio dapat tumbuh menjadi 13% pada tahun depan ditopang masa pembinaan hingga akhir tahun ini serta dimulainya penegakan hukum pada 2016 yang dibarengi optimalisasi peran intelijen perpajakan.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Sigit Priadi Pramudito mengatakan mengatakan keberadaan intelijen perpajakan akan mampu mengurangi penggelapan atau kehilangan penerimaan pajak yang ditaksir besarannya mencapai sekitar 3%, di mana tax ratio saat ini mencapai sekitar 12%.
“Saya harapkan seharusnya 15% minimal. Jadi kalau kita hitung setiap tahun itu kita kehilangan sekitar 3%. Kalau GDP kita itu Rp10.000 triliun, kurang lebih Rp300 triliun kita kehilangan. Kehilangan itu tidak tergali,” ujarnya saat ditemui saat menghadiri Rakornas Intelijen Perpajakan, Selasa (18/8/2015).
Secara jumlah personel, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki tenaga intelijen yang telah mengikuti pelatihan sebanyak 522 orang yang akan dimanfaatkan untuk seluruh wilayah Indonesia.
“Setiap tahun tumbuh 1%. Kalau kita hitung 1% itu kurang lebih Rp100 triliun bertambah penerimaan pajak setiap tahunnya,” sebutnya.
Ditanya tipe ataupun identifikasi wajib pajak yang akan menjadi sasaran intelijen perpajakan, Sigit mengungkapkan pihaknya memiliki prioritas tersendiri yaitu wajib pajak yang memiliki tingkat risiko penggelapan paling tinggi.
“Jadi kita tandai kondisi mana yang paling berisiko, itu yang kami bidik. Tidak melihat bentuknya apa, sektornya apa. Sektornya beragam, semua rata-rata ada [risiko penggelapan]. Ini masalah kepatuhan, kepatuhan masih rendah jadi itu menyangkut semua sektor,” paparnya.