Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Klaim Cadev Masih Aman untuk 6,5 Bulan Impor

Bank Indonesia menyatakan cadangan devisa (cadev) Indonesia saat ini masih aman walaupun mengalami penurunan untuk intervensi stabilitas nilai tukar rupiah.
Bank Indonesia/Ilustrasi-Bisnis
Bank Indonesia/Ilustrasi-Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia menyatakan cadangan devisa (cadev) Indonesia saat ini masih aman walaupun mengalami penurunan untuk intervensi stabilitas nilai tukar rupiah.

Seperti diketahui, cadangan devisa pada akhir Juni 2015 berada di angka US$108 miliar atau 13% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Angka itu lebih rendah dibandingkan dengan posisi cadangan devisa akhir Mei 2015 senilai US$110,8 miliar atau turun hingga US$1,2 miliar.

Posisi cadangan devisa pada Mei tersebut lebih rendah dibandingkan dengan posisi akhir April 2015 senilai US$110,9 miliar.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan cadangan devisa saat ini sangat cukup untuk membiayai lebih dari 6 bulan itu impor dan pembayaran utang pemerintah yang jatuh tempo.

"Cadangan devisa masih baik. Cadangan devisa masih cukup untuk sekitar 6,5 bulan impor plus pembayaran utang pemerintah yang jatuh tempo. Kita jangan bentuk persepsi negatif," ujarnya di Kompleks Bank Indonesia, Jumat (7/8/2015).

Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, lanjutnya, Bank Indoenesia hadir di pasar dengan menggelontorkan cadangan devisa.

Namun, dia memprediksi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat ini tidak akan lama.

Nilai tukar rupiah akan kembali menguat setelah kepastian naiknya suku bunga acuan bank sentral AS, The Federal Reserve.

"Saya pikir kepastian itu tidak lama lagi. Setelah suku bunga AS naik di September dan mungkin Desember, rupiah akan kembali menguat dan situasi pasar keuangan lebih stabil," kata Mirza.

Pada akhir sesi I perdagangan Jumat (7/8/2015), indeks harga saham gabungan (IHSG) melemah 29,76 poin atau 0,62% ke  4.776,8, karena salah satunya sentimen cadev Indonesia.

Sebelumnya, Gubernur BI Agus DW Martowardojo menuturkan penurunan cadangan devisa terjadi karena bank sentral terus berada di pasar dan melakukan intervensi agar rupiah tidak semakin tergerus terhadap penguatan mata uang dolar AS.

"Rupiah terkena tekanan karena eksternal khususnya dari bank sentral AS yang akan menaikkan suku bungannya," tuturnya.

Meski rupiah tengah melemah terhadap dolar AS, namun Indonesia menjadi salah satu negara berkembang yang ekonominya tumbuh baik dibandingkan dengan negara lain seperti Turki, Brasil, dan Afrika Selatan.

"Di Singapura dan Malaysia month to date-nya lebih dari 1% untuk pelemahan ekonominya," ucap Agus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper