Bisnis.com, SEMARANG — Ekonom memperingatkan pemerintah untuk mewaspadai kenaikan inflasi yang dipicu kelangkaan pangan akibat El Nino, terutama di daerah penghasil pangan seperti Jawa Tengah.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah merilis inflasi sepanjang Juli 2015 naik ke level 0,92% dari bulan sebelumnya, yakni 0,61%. Inflasi dipicu oleh kenaikan indeks pada kelompok bahan makanan dan transportasi.
Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal menilai dalam beberapa bulan ke depan, inflasi di sejumlah daerah penghasil pangan berisiko naik. Namun, kenaikan itu tak serta merta menandakan konsumsi masyarakat setempat terakselerasi.
“Kita sangat mungkin melihat inflasi lebih tinggi di daerah penghasil pangan seperti Jawa dan Sulawesi. Kelangkaan pangan karena El Nino akan membuat harga-harga meningkat karena itu juga sumber penghasilan di sana sehingga daya beli juga turun,” katanya saat dihubungi Bisnis, Senin (3/8/2015).
Dia memandang, El Nino akan berefek lebih besar terhadap fluktuasi inflasi. Pasalnya, fenomena cuaca itu akan berpengaruh pada hasil panen beberapa bulan ke depan yang menentukan ketersediaan pasokan pangan.
Adapun, Jawa Tengah termasuk salah satu provinsi penyangga beras nasional dengan produksi gabah sekitar 9-10 juta ton per tahun. Hingga kini setidaknya Pemerintah Provinsi Jateng mencatat 850 desa dalam wilayahnya dilanda kekeringan atau sekitar 10% dari total 8.568 desa/kelurahan di provinsi itu.
Kepala Bidang Statistik BPS Jateng Jam Jam Zamachsyari mengatakan kenaikan inflasi wajar terjadi karena hari raya Lebaran yang jatuh pada bulan lalu mengungkit konsumsi masyarakat. “Ini tren memang karena ada hari raya, tapi ini bukan semata-mata karena komoditas,” katanya.
Menurutnya, sejauh ini dampak El Nino yang dikhawatirkan akan mengerek harga pangan belum terjadi. Jika distribusi dan persediaan pangan dapat dijaga, imbuh Zamachsyari, inflasi komponen pangan takkan merangkak naik.
Sementara itu, BPS Jateng mencatat inflasi terjadi di enam kota survei biaya hidup (SBH) a.l. Kota Cilacap yang menorehkan inflasi tertinggi yakni 0,99% diikuti Kota Surakarta sebesar 0,96%, serta Kota Surakarta sebesar 0,96%.
Elemen bahan makanan menjadi kontributor inflasi terbesar dengan kenaikan indeks mencapai 2,4%. Kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengekor menjadi penyumbang inflasi terbesar kedua dengan kenaikan indeks 2,06%.
Daya Beli Turun
Meski secara bulanan (month-on-month) naik, jika dilihat berdasarkan tahun kalender inflasi Jateng justru terdelerasi tajam dari 3,18% menjadi 1,41%. Namun, Faisal menilai, teredamnya inflasi kali ini juga menjadi lampu kuning bagi pemerintah.
“Karena inflasi turun driver-nya permintaan yang lemah. Ini berarti akan berpengaruh juga pada pertumbuhan ekonomi. Kecuali demand-nya tetap itu berarti pemerintah berhasil mengendalikan harga,” kata Faisal.