Bisnis.com, JAKARTA -- Pertumbuhan perdagangan global tertinggal jauh di belakang laju produk domestik bruto dalam lima tahun terakhir. Kondisi ini melawan tren 1990-an saat kinerja ekspor-impor tumbuh dua kali laju ekonomi dunia.
Riset yang dilakukan Deutsche Bank menyebutkan sejak 2011, volume perdagangan global tumbuh 3,2% per tahun, dan tahun ini mungkin hanya 1,8%. Pada 1990-an, volume perdagangan dunia tumbuh rata-rata 7,2% per tahun, sedangkan selama 2000-2007 tumbuh 6,8%.
"Kami melihat pelambatan sekuler yang menjungkirbalikkan hubungan antara aktivitas ekonomi dan perdagangan yang sudah terjalin," kata Kepala Ekonom Deutsche Bank untuk Asia, Taimur Baig, dalam risetnya, Minggu (2/8/2015).
Mengutip laporan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), bank investasi asal Jerman itu melihat lingkungan perdagangan global lebih ketat akhir-akhir ini.
WTO melaporkan 2.416 tindakan yang terekam sejak Oktober 2008, 25% di antaranya telah dicabut, menyisakan 1.828 tindakan restriktif.
"WTO mempunyai kepentingan mengurangi hambatan barang dan jasa, tetapi pada saat yang sama, inisiatif untuk tujuan pertumbuhan semakin berkurang," kata Baig.
Selain perdagangan dunia yang melambat, Deutsche Bank memandang pelambatan investasi di China berkontribusi terhadap pelambatan pertumbuhan global.
Permintaan investasi China melambat drastis dalam beberapa tahun terakhir, mencerminkan faktor struktural (rekalibrasi dari ekspor ke permintaan domestik) dan siklikal (pasar properti melambat dan utang menumpuk).
Baig melihat tidak ada ekonomi yang dapat dibandingkan dengan China dalam hal pelambatan investasi sehingga pelambatan Negeri Tirai Bambu berarti pelambatan investasi global.
Di luar China, gambaran investasi di negara Asia lainnya pun suram. Kecuali India dan Thailand, seluruh ekonomi Asia diperkirakan mengalami pelemahan investasi tahun ini dibandingkan dengan 2013.
"Ada diskusi tentang perkembangan sisi suplai yang didorong oleh penurunan nilai perdagangan, tetapi kami berpikir perkembangan sisi permintaan juga sama pentingnya," tutur Baig.
Di sisi lain, lanjutnya, ada pula tendensi di antara banyak negara berkembang untuk mendorong manufaktur domestik, yang mengurangi kebutuhan impor barang jadi.
Dengan India dan Indonesia fokus pada manufaktur padat karya sebagai sumber pertumbuhan jangka menengah, tren pelambatan perdagangan diperkirakan menetap.
"Sejalan dengan fokus beberapa ekonomi kunci di kawasan yang lebih ke dalam, ketergantungan terhadap permintaan eksternal sebagai pendorong utama investasi dan pertumbuhan akan menyelaraskan diri dan merangkul realitas stagnasi perdagangan yang berkepanjangan," ujarnya.