Bisnis.com, JAKARTA--Anggota Komisi IX DPR RI, Amelia Anggraini berharap revisi Undang Undang No 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) yang merupakan salah satu RUU Prolegnas Prioritas 2015 harus pro kaum buruh.
Pasalnya, penyelesaian perselisihan ketenagakerjaan selama ini tidak sesuai dengan teori dalam UU 2/2004. "Prakteknya, penyelesaian masalah pemutusan hubungan kerja yang dialami buruh bisa bertahun-tahun," ujar Amelia dalam keterangan resmi yang diterima, Minggu (12/07/2015).
Menurutnya, hampir semua PHK itu berasal dari keinginan pengusaha, tetapi yang terkena dampak dari lamanya penyelesaian di pengadilan adalah buruh.
"Paska reses DPR, kita akan dorong pimpinan Komisi IX DPR untuk membahas revisi UU 2/2004 ini," ujar politisi NasDem ini.
Sementara, peneliti Constitutional Review Labour, Research and Consulting, Muhammad Hafidz mengatakan, dirinya tengah mengusulkan tiga isu pokok terurai dalam 20 pasal dalam revisi UU PPHI.
Pertama, revisi terhadap Pasal 96 UU PPHI, yaitu keharusan membayar upah buruh yang sedang menunggu putusan dari PHI, baik adanya skorsing atau tidak
Kedua, revisi terhadap mekanisme penyelesaian PHI, dengan menambahkan pasal baru yaitu Pasal 2A, yang terdiri dari dimasukkannya penyelesaian melalui Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan.
"Perselisihan hubungan industrial mengenai hak yang sudah mendapatkan Nota Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan, tidak perlu lagi disengketakan ke PHI, tetapi PHI langsung saja melakukan upaya paksa dengan meng-eksekusi Nota tersebut," katanya.
Selain itu, lanjutnya, penyelesaian melalui mediasi dilakukan di dalam pengadilan seperti yang berlaku umum pada pengadilan umum, yang diselenggarakan bukan di luar pengadilan.
Dia mempersoalkan tidak adanya pengaturan detail mengenai batasan waktu penyelesaian prosedural di Mahkamah Agung (MA). "Karena itulah, waktu penyelesaian prosedural di MA harus diatur lebih detail," paparnya.