Bisnis.com, JAKARTA -- Mandatori anggaran kesehatan 5% dari APBN akan dipenuhi 2016. Jika dipenuhi, maka itu menjadi yang pertama kali sejak UU Kesehatan diundangkan enam tahun lalu.
Kesanggupan memenuhi amanat UU No 36/2009 tentang kesehatan itu disampaikan pemerintah dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR yang membahas Pokok-Pokok Kebijakan Belanja Pemerintah Pusat RAPBN 2016, Senin (29/6).
Dalam paparannya, Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menyampaikan pemenuhan anggaran kesehatan 5% APBN di luar gaji itu menjadi salah satu kebijakan umum belanja pemerintah pusat tahun depan.
"Angka persisnya berapa, nanti menunggu Pak Presiden menyampaikan nota keuangan Agustus," jawab Askolani seusai pemaparan.
Ruang fiskal yang sempit membuat anggaran kesehatan tidak pernah memenuhi kewajiban sesuai UU Kesehatan.
Tahun ini, anggaran kesehatan dialokasikan Rp74,2 triliun atau 3,7% dari APBN, a.l. yang tersebar di kementerian/lembaga, belanja non K/L, transfer ke daerah, dan pembiayaan.
Wakil Ketua Banggar Said Abdullah menyoroti sisi infrastruktur kesehatan yang masih kurang memadai di tengah pelaksanaan program penerima bantuan iuran (PBI) jaminan kesehatan sejak 1 Januari 2014.
"Ada PBI, tapi kalau supply side bermasalah, sama saja. Rumah sakit di kabupaten banyak menolak. Alasannya, kamar tidur tidak ada. Atau, ada kamar, tapi kasur tidak ada," ungkapnya.
Sekjen Kementerian Kesehatan Untung Suseno Sutarjo mengakui kapasitas pelayanan di puskesmas masih lemah, tecermin dari pemenuhan fasilitas yang baru 70%-80%. Kelemahan pelayanan juga terlihat pada tingginya jumlah pasien yang harus dirujuk ke rumah sakit, yakini hingga 20%.
Untuk itu, kementerian tahun depan akan berkonsentrasi pada penguatan pelayanan di puskesmas atau disebut pelayanan kesehatan primer.
Pagu indikatif belanja Kemenkes tahun depan diusulkan Rp75,4 triliun atau naik hampir 47% dari anggaran tahun ini. Upaya itu diharapkan dapat menurunkan angka rujukan menjadi 10%-15%.
"Biayanya sangat mahal kalau dirujuk ke rumah sakit. Oleh karena itu, pilihannya adalah memperkuat layanan primer," tutur Untung.
Selain peningkatan layanan puskesmas, Kemenkes akan meningkatkan pemenuhan sumber daya manusia.
Untung mengatakan masalah SDM tidak hanya menyangkut produksi, tetapi juga distribusi yang tidak merata di Tanah Air.
Kementerian akan memperkuat tenaga tugas belajar dengan memberikan subsidi kepada dokter yang menempuh pendidikan spesialis.
Syaratnya, tenaga spesialis harus mau kembali ke daerah. Sebanyak 4.500 dokter akan dikirim untuk belajar dengann anggaran Rp390 miliar.
"Kalau tidak, enggak ada gunanya. Semua akan berkumpul di kota besar," ujar Untung.