Bisnis.com, JAKARTA—Pembebasan lahan bagi proyek infrastruktur pemerintah selama lima tahun ke depan dikuatirkan tetap berjalan alot meski regulasi yang baru memberi jaminan kepastian waktu, selama belum ada pembenahan di tahap perencanaan dan persiapan.
Ketua Umum Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) Hamid Yusuf mengatakan selama ini proses pengadaan lahan berjalan lambat akibat komunikasi yang tidak berjalan efektif dan transparan antara pemerintah dan masyarakat.
Menurutnya, sejauh ini efektivitas implementasi UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum pun belum berjalan baik. Pemahaman masyarakat masih minim.
“Kami perkirakan mungkin setelah lima tahun baru UU ini bisa berjalan sempurna, sementara sekarang masih proses pemahaman UU tersebut di masyarakat,” katanya, Rabu (20/5/2015).
Hamid mengatakan, peran MAPPI seturut amanat UU 2/2012 terfokus pada tahap pelaksanaan, atau tahap hilir. Peran tersebut bisa berjalan baik bila mengandaikan proses di tahap perencanaan dan persiapan berjalan efektif dan benar-benar terkomunikasikan kepada masyarakat.
“Kami menilai perlu lembaga independen khusus yang berwewenang untuk menjamin mekanisme pengadaan lahan ini dipahami sepenuhnya oleh masyarakat agar transparan dan mengurangi peluang mafia tanah,” katanya.
Transparansi yang dimaksud mencakup proses penetapan nilai dan ganti rugi, daftar harga tanah per wilayah, analisis masalah ekonomi-sosial-budaya dan bagaimana itu mempengaruhi harga tanah, mekanisme di pengadilan, sosialisasi manfaat pembangunan, dll.
“Kehadiran yang tiba-tiba akan menimbulkan resistensi masyarakat dan itu menyulitkan pekerjaan MAPPI. Sementara itu, kami dituntut mampu mengakomodasi kepentingan pemerintah maupun masyarakat, dan sewaktu-waktu harus siap dipanggil lembaga peradilan,” katanya.