Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kampanye Antitembakau Resahkan Petani

Kalangan petani tembakau di Jawa Barat mengaku resah dengan kampanye antitembakau yang saat ini kian digencarkan berbagai pihak.
tembakau
tembakau

Bisnis.com, BANDUNG—Kalangan petani tembakau di Jawa Barat mengaku resah dengan kampanye antitembakau  yang saat ini kian digencarkan berbagai pihak.

Ketua Asosiasi Petani Tembakau (APTI) Jabar Suryana mengatakan kampanye yang dilakukan para aktivis antitembakau mengancam keberlangsungan industri tembakau termasuk budidaya yang dilakukan para petani.

Meski begitu, masing-masing pihak punya kepentingan berbeda. Termasuk petani tembakau punya kepentingan menjaga eksistensi tembakau di Jabar dan merawat agar tembakau tetap menjadi devisa negara serta penopang ekonomi petani.

"Memang ada pengaruhnya, tapi itu hak mereka untuk melakukan itu. Kami pun punya hak untuk tetap melakukan usaha ini terlebih memberikan kontribusi penting," katanya kepada Bisnis, Senin (20/4).

Secara legal formal, budidaya tembakau telah diperkuat oleh payung hukum berupa UU No 12/1992 tentang budidaya, UU No 18/2004 tentang perkebunan dan UU No 11/2007 tentang Cukai serta Permentan No 273 tentang pembentukan kelompok tani.

Oleh karenanya, menurut dia, apabila pemerintah menunjukan sikap ketidakberpihakan sebaiknya segera dicabut regulasi tersebut. Tapi, dirinya meminta pemerintah memohon agar tetap memperhatikan bahwa tembakau telah memberikan kontribusi penting.

"Apalagi, cukai tembakau nominalnya terus meningkat yang terakhir mencapai Rp169 triliun. Dengan demikian, harus ada keseimbangan yang dilakukan pemerintah dalam menyikapi isu kesehatan kontra tembakau," ujarnya.

Di Jabar sendiri, luas lahan kebun tembakau diperkirakan mencapai 9.600 hektare dengan jumlah petani penggarapnya 84.976 kepala keluarga (KK).

Dia menyebutkan ada lima kabupaten/kota di Jabar yang menjadi produsen terbesar tembakau diantaranya Kabupaten Garut, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Bandung, dan dan Kabupaten Kuningan.

Sementara itu, Sekretaris APTI Jabar Afandi Firman mengeluhkan banjirnya produksi impor komoditas tembakau dari China dengan harga rendah sehingga memicu kerugian.

Saat ini harga tembakau impor China mencapai Rp28.000 per kg, sementara harga tembakau dalam negeri jauh lebih mahal di kisaran Rp30.000 per kg hingga Rp60 per kg.

Dia mengatakan pada 2014 penyerapan produksi tembakau di Jabar anjlok hingga 7.000 ton dari normalnya sebesar 12.000 ton per tahun dari luas lahan sebanyak 12.000 hektare.

 “Kondisi ini memicu kerugian di tingkat petani karena penyerapan produksi tembakau oleh pabrik yang begitu rendah,” ujarnya.

Menurutnya, produksi tembakau dalam negeri terutama untuk tembakau grade menengah ke bawah semakin kehilangan pangsa pasarnya.

Adanya peraturan internasional yang mensyaratkan agar kadar nikotin satu miligram dan 10 miligram untuk tar, sedangkan produk tembakau Indonesia tidak bisa mencapai kadar nikotin satu miligram, melainkan paling rendah berkadar 3-4 miligram.

 “Perlu ada kebijakan secara regional yang menguatkan regulasi tentang kuota impor produk asing yang masuk ke dalam negeri terutama Jabar,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper