Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menyiapkan langkah jalur hukum untuk membatalkan hasil revisi SK Menhub No. KM 10 Tahun 1988 tentang Jasa Pengurusan Transportasi (JPT) karena dalam Permenhub yang baru itu, perusahaan JPT harus memiliki modal dasar Rp 25 miliar dari sebelumnya Rp 200 juta.
Sekjen DPP ALFI, Akbar Johan mengatakan,pihaknya tidak akan melakukan aksi demo sebagai sikap penolakan beleid itu, tetapi mengedepankan saluran hukum yakni melalui gugatan ke PTUN.
"Karena itu produk hukum yang dihasilkan Kemenhub, maka kami akan menempuh jalur hukum ke PTUN, bukan melalui aksi masa atau mogok," ujarnya kepada Bisnis,hari ini, Senin (20/4).
Dia mengatakan, sikap ALFI yang mempersoalkan beleid kewajiban modal JPT sebesar Rp.25 milliar itu merupakan aspirasi ribuan pengusaha forwarder dan logistik dari sabang sampai merauke.
"Kami DPP ALFI menerima aspirasi ini, termasuk dari pengurus ALFI di Papua, Kalimantan, dan Jawa Timur yang resah jika beleid itu tetap diberlakukan akan mematikan 90% usaha forwarder dan logistik yang sudah eksis selama ini," tuturnya.
Akbar berharap pemerintah mau mendengarkan keluhan pelaku usaha logistik di tanah air, sebab beleid tersebut saat ini menimbulkan keresehahan dunia usaha logistik dalam negeri.
Ketua Koordinator Wilayah ALFI untuk Wilayah Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat, Muhammad Coya, mengatakan Menhub Ignasius Jonan harus mencabut beleid yang merusak tatanan ekonomi dan hilangnya kepercayaan dunia usaha di sektor logistik terhadap pemerintahan Jokowi saat ini.
"Beleid itu mematikan usaha forwarder lokal yang tergolong UKM.Padahal seharusnya pemerintah melakukan pembinaan dan pemberdayaan dunia usaha,"ujar Coya.
Menurut dia, kebijakan Menteri Perhubungan yang sama sekali tidak berdasar, karena tidak memberikan norma dan formulasi perhitungan yang masuk akal dan dapat diterima oleh para pelaku ekonomi disektor Logistik nasional.
Jika Bleid tersebut akan tetap dipaksakan pemberlakuannya, kata dia lagi, maka hal ini akan mengakibatkan lumpuhnya seluruh kegiatan Perusahaan EMKL dan Jasa Pengurusan Transportasi (JPT) yang berada diseluruh wilayah Maluku dan Papua serta Indonesia secara keseluruhan dan menutup usahanya akibat tidak punya modal.
Coya menilai bahwa Menteri Perhubungan idealnya berkonsultasi dengan pihak Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia selaku mitra pemerintah, sebelum membuat kebijakan.
"Menhub, tidak perlu menunjukkan superioritas kekuasaan karena rakyat sekarang juga sudah bisa menghitung dan menilai, jangan terlalu memaksakan kehendak dan berikanlah perlindungan yang kuat untuk kemajuan bangsa sendiri,"ujar Coya.