Bisnis.com, JAKARTA - Keputusan Pemerintah membatalkan rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya perlu ditindaklanjuti dengan pemeriksaan secara komprehensif, termasuk mengenai proses feasibility study proyek tersebut.
“Tidak ada jalan lain, kecuali BPKP harus melakukan pemeriksaan,” ujar Guru Besar Universitas Indonesia Profesor Budyatna.
Menurut Budyatna, hanya melalui pemeriksaan BPKP, akan diketahui, apakah proyek tersebut sebenarnya layak atau tidak. Apalagi, sebelumnya memang banyak pro dan kontra seputar rencana pembangunan pelabuhan yang ditaksir menelan biaya Rp34 triliun tersebut.
Termasuk mengenai Amdal yang bermasalah, dekatnya dengan sawah produktif kelas satu seluas 150 ribu hektare, dan terganggunya pipa-pipa Pertamina yang selama ini menyuplai gas untuk kebutuhan listrik di Jakarta.
Melalui pemeriksaan BPKP akan diketahui, berapa besar dana yang dibutuhkan, termasuk yang sudah dikeluarkan untuk mendanai proses feasibility study.
Dari hasil pemeriksaan itulah bisa dikembangkan, untuk kepentingan siapa sebenarnya Pelabuhan Cilamaya. Apakah memang untuk kepentingan nasional atau semata-mata demi kepentingan pihak lain, misalnya Jepang.
Yang jelas, lanjut Budyatna, ngototnya beberapa pihak untuk menggolkan proyek Cilamaya, menandakan bahwa banyak kepentingan yang bermain di dalamnya.
Budyatna sendiri tidak heran dengan fenomena tersebut. Menurutnya, saat ini memang ada kecenderungan para menteri melakukan “pembangkangan” dan bermain-main sendiri.
Hal ini dimungkinkan, karena memang banyak sekali titipan di dalam jajaran kabinet Presiden Jokowi. Akibatnya, para menteri seperti tidak saling berkoordinasi satu sama lain, dan cenderung mempertahankan kepentingan masing-masing.
Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan pemeriksaan harus dilakukan agar siapa yang bermain pada proyek tersebut menjadi terang-benderang. Apalagi, meski diketahui bahwa banyak kepentingan nasional yang bakal menjadi korban, termasuk sektor pertanian dan energi, namun kesan bahwa proyek tersebut sangat dipaksakan juga begitu kuat.
“Ini sangat erat kaitannya dengan kepentingan-kepentingan. Tak ada jalan lain, BPKP harus segera melakukan pemeriksaan,” tegas Hendardi.