Bisnis.com, JAKARTA--Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyayangkan kenaikan harga BBM yang dilakukan secara tiba-tiba dapat menyulitkan petani menjelang panen raya.
Anggota Komisi IV DPR RI Rofi Munawar mengatakan kenaikan BBM ini dapat mempengaruhi rentang produksi serta proses pascapanen secara signifikan.
"Pemerintah dalam memutuskan harga BBM berpikir dengan caranya sendiri, seakan tidak memperhatikan dampak bawaan yang akan terjadi akibat kebijakan tersebut di berbagai sektor kehidupan masyarakat," katanya lewat keterangan resmi yang diterima Bisnis.com, Selasa (31/3/2015).
Berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 39 Tahun 2014 Tentang Perhitungan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM) yang telah diubah dengan Permen ESDM No. 4 Tahun 2015, pemerintah beralasan kenaikan harga BBM dilakukan karena meningkatnya rata-rata harga minyak dunia dan masih berfluktuasi serta melemahnya nilai tukar rupiah dalam satu bulan terakhir.
Demi menjaga kestabilan perekonomian nasional serta untuk menjamin penyediaan BBM Nasional, Pemerintah memutuskan bahwa per tanggal 28 Maret 2015 pukul 00.00 WIB harga BBM jenis Bensin Premium RON 88 di Wilayah Penugasan Luar Jawa-Madura-Bali dan jenis Minyak Solar Subsidi perlu mengalami kenaikan harga.
Kenaikan harga ini masing-masing sebesar Rp500 per liter. Sedangkan untuk harga minyak tanah dinyatakan tetap, yaitu Rp2.500 liter, termasuk PPN.
“Pada sektor pertanian, khususnya usaha tani padi, dampak kenaikan harga BBM menyebabkan usaha jasa input produksi sepenuhnya dibebankan ke petani karena adanya kenaikan sewa jasa alsintan, seperti traktor, pompa air, power trhesher dan usaha penggilingan padi," katanya.
Selain itu, lanjutnya, juga akan menyebabkan menurunnya profitabilitas berproduksi padi walaupun di sisi lain terjadi kenaikan harga gabah.
Dengan demikian, Rofi mengatakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang belum lama ini dikeluarkan pemerintah pada akhirnya akan sia-sia.
Sebab, kenaikan harga gabah tidak dapat diorientasikan kepada keuntungan bagi petani, namun lebih banyak untuk menutup biaya produksi.
Selain itu, lanjutnya, jika pola kenaikan BBM yang bersifat fluktuatif berdasarkan harga pasar terus dipertahankan, akan membuat sektor pertanian dalam ketidakpastian produksi dan instabilitas harga di pasaran.
“Adapun alasan pemerintah bahwa pengalihan subsidi BBM diperlukan untuk perbaikan sarana dan infrastruktur pertanian, tak kunjung jelas aplikasi dan orientasinya hingga kini. Padahal sektor pertanian berkontribusi bentar dalam pembangunan nasional," ujarnya.
Dia menambahkan kenaikan harga BBM pada sektor pertanian akan berdampak besar. Dampak langsung terjadi pada harga sarana produksi sedangkan dampak tidak langsung terjadi pada biaya logistik dan transportasi distribusi produk pertanian.
Menurutnya, biaya produksi yang meningkat namun tidak diimbangi dengan peningkatan produksi maupun harga panen yang cenderung tetap, akan mengakibatkan pendapatan usaha tani mengalami penurunan.