Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Importir Didesak Serap Garam Lokal

Kalangan petani garam rakyat di Jawa Barat meminta kalangan importir menyerap produksi lokal sebelum melakukan impor garam, hal tersebut sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 58 Tahun 2012 Tentang Ketentuan Impor Garam.
Petani garam rakyat di Jawa Barat meminta importir menyerap produksi lokal sebelum mengimpor garam sesuai Permendag No.58 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Garam./JIBI
Petani garam rakyat di Jawa Barat meminta importir menyerap produksi lokal sebelum mengimpor garam sesuai Permendag No.58 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Garam./JIBI

Bisnis.com, BANDUNG — Kalangan petani garam rakyat di Jawa Barat meminta kalangan importir menyerap produksi lokal sebelum melakukan impor garam, hal tersebut sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 58 Tahun 2012 Tentang Ketentuan Impor Garam.

Salah satu poin dalam permendag itu menyebutkan, setiap importir wajib menyerap garam lokal sebelum melakukan impor minimal 50% dari kuota impor yang telah diberikan.

Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Jabar Edi Riswanto mengatakan selama ini importir khususnya yang ada di Jabar masih belum banyak menyerap garam hasil produksi petani lokal sebelum melakukan impor.

Dia menduga kalangan importir sengaja bermain dengan segelintir petani garam lokal yang hanya mementingkan diri sendiri dengan mengeluarkan data bohong soal penyerapan garam lokal.

“Produksi garam lokal 2014 sebagian besar telah terserap pasar, tapi bukan importir,” katanya kepada Bisnis, Jumat (27/3/2015).

Akibat adanya permainan tersebut petani garam lokal banyak dirugikan dengan penerbitan kuota impor yang melebihi kebutuhan.

“Importir selalu berdalih masalah kualitas garam lokal, meskipun petani lokal telah berupaya menghasilkan produksi yang terbaik,” ujarnya.

Edi meminta pemerintah yang menaungi masalah produksi garam lokal untuk memberikan proteksi berupa dorongan peningkatan kualitas produksi dan memaksimalkan penyerapan agar petani lokal tidak tertekan garam impor.

Adapun, produksi garam lokal di Jabar sepanjang 2014 mencapai 600.000 ton dengan harga jual sebesar Rp630-Rp650/kg.

“Produksi garam 2015 kami harapkan bisa surplus dengan didukung oleh cuaca yang baik,” katanya.

Terkait target swasembada yang ditetapkan pemerintah pusat, Edi mengungkapkan perlu kerja keras pemerintah mendorong petani garam agar bisa meningkatkan produksi dan kualitas sehingga penyerapan bisa maksimal.

“Masih banyak petani yang butuh bantuan dalam penggunaan teknologi budidaya garam dan mendapatkan akses permodalan sehingga tak terjerat rentenir,” ujarnya.

Sementara itu, Ikatan Petani Garam Indonesia (IPGI) Kabupaten Cirebon Jabar meminta pemerintah memperbaiki mekanisme penyaluran bantuan untuk peningkatan produksi garam lokal yang pada tahun-tahun sebelumnya telah disalurkan melalui program usaha garam rakyat (Pugar).

IPGI menilai pugar yang digulirkan Kementerian Kelautan dan Perikanan dirasa belum mencapai hasil maksimal karena belum mampu meningkatkan kualitas garam meskipun secara kuantitas bertambah.

Ketua IPGI Kabupaten Cirebon Insyaf Supriadi mengatakan penyaluran bantuan pugar selama ini berupa alat produksi dan bantuan langsung tidak memberikan dampak positif terhadap peningkatan kualitas garam.

Dia menuturkan penyaluran bantuan seharusnya bukan pada perorangan atau kelompok petani melainkan harus melalui sebuah lembaga yang dibentuk seperti koperasi yang memberikan bantuan modal usaha kepada petani garam.

“Misalnya petani diberikan pinjaman melalui bantuan pemerintah lewat koperasi dan petani membayar dengan garam dengan kualitas yang telah ditentukan,” katanya.

Insyaf mengungkapkan dengan mekanisme bantuan melalui lembaga [koperasi] dipastikan akan mampu merangsang minat petani untuk meningkatkan kualitas produksi karena dengan adanya bantuan pinjaman maka petani memiliki modal cukup untuk biaya produksi dan kebutuhan sehari-hari.

“Selama ini masalah di lapangan adalah petani terlalu cepat panen garam karena terdesak kebutuhan sehingga kualitasnya jelek,” ujarnya.

Insyaf berharap pemerintah lebih peka terhadap masalah di kalangan petani garam khususnya yang ada di Kabupaten Cirebon bagian Timur dalam memproduksi garam.

“Kendala peningkatan kualitas produksi garam adalah masalah sosial maka pemerintah harus bisa menyelesaikannya terlebih dulu,” tambahnya.

Selain itu, pihaknya juga meminta pembangunan breakwater [pemecah ombak] di Kecamatan Pangenan yang direncanakan dibangun sepanjang 6 kilometer dilanjutkan agar dapat mencegah abrasi.

Proyek pembangunan break water di Kecamatan Pangenan baru dikerjakan sepanjang 4 kilometer, dan petani garam meminta agar sisa pembangunan breakwater sepanjang 2 kilometer kembali dilanjutkan.

Dia mengatakan keberadaan breakwater yang telah dibangun Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung beberapa waktu lalu cukup efektif menahan ombak.

Dia menuturkan dengan adanya breakwater terjangan ombak yang cukup kencang tidak sampai menggerus daratan sehingga ancaman abrasi di Kecamatan Pangenan dapat diminimalisir.

“Tinggal 2 kilometer lagi  breakwater yang tadinya akan dibangun hingga saat ini belum ada kabar kelanjutannya,” katanya.(k3/k29)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper