Bisnis.com, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Mainan Indonesia (AMI) Sutjiadi Lukas mengatakan, prospek Industri mainan pada 2015 tidak terlalu bagus. Dari sisi impor, ada penurunan yang cukup besar dari tahun-tahun sebelumnya volume mainan bisa mencapai 2.500 kontainer dalam sebulan, kondisinya turun drastic pada tahun ini dengan hanya menyisakan 700 kontainer per bulan.
“Terus terang kita betul-betul terpuruk. Para pelaku usaha juga sudah gelisah. Contohnya, yang biasanya omsetnya mencapai Rp2 miliar, sekarang cuma bisa dapat Rp700 juta. Turun sangat drastis,” kata Sutjiadi.
Menurutnya, selain penerapan SNI, faktor pelemahan kurs rupiah juga ikut menjadi pemicu tidak terpuruknya penjualan mainan tahun ini. Para importir kesulitan menentukan saat membeli produk di posisi dolar yang masih tinggi, karena menurutnya daya beli konsumen juga sedang tidak begitu kuat.
Dengan pangsa pasar terbesar di segmen kelas menengah ke bawah yang jumlahnya sangat besar, menurutnya konsumen akan cenderung mengutamakan kebutuhan pokok daripada kebutuhan lainnya yang kurang mendesak, termasuk untuk mainan.
Sementara itu, untuk peluang ekspor, menurutnya masih sedikit perusahaan mainan Indonesia yang sudah mampu bersaing di pasar global. Dari sekitar 80 perusahaan dengan skala menengah, hanya dua perusahaan yang sudah mampu melakukan ekspor. Adapun, negara tujuan ekspor Indonesia untuk roduk mainan masih sangat terbatas.