Bisnis.com, JAKARTA -- Pelaku industri menilai target 70% kertas yang diserap di Tanah Air dapat diproses kembali menjadi kertas bekas bukan mustahil tetapi sukar dicapai.
Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Rusli Tan berpendapat secara logika target itu bisa dicapai dengan upaya ekstra kertas dalam praktiknya. Pasalnya kertas yang diserap industri saja bulan lagi dari serat virgin sehingga seratnya tidak bagus jika diolah lagi sebagai waste paper.
"Untuk mencapai 50% [kertas yang diserap domestik] diproses jadi bahan baku waste paper saja sulit. Karena seratnya bukan virgin sehingga efisiensinya rendah," tuturnya saat dihubungi Bisnis, Rabu (18/3/2015).
Pengumpulan kertas bekas di Indonesia sekarang pun belum efisien. Kebanyakan masyarakat menggunakan kertas tak terpakai sebagai bungkus makanan. Sisa dari pemakaian ini tidak bagus jika dipakai untuk bahan baku waste paper.
Namun impor kertas bekaspun bukan tanpa hambatan. Pemerintah menganggap impor waste paper sebagai limbah non B3. Oleh karena itu harus masuk proses Verifikasi Penulusuran Teknik Impor (VPTI) yang melibatkan perusahaan inspeksi.
Proses inspeksi tersebut pada akhirnya bikin ongkos pengapalan melonjak. Semula biaya per shipment hanya US$60 lantas masuk proses inspeksi sehingga melonjak jadi US$386 - US$1.400 setiap pengapalan.
Sementara itu, Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebuhan Kementerian Perindustrian Pranata menginginkan setidaknya 70% dari kertas yang diserap pasar domestik dapat diolah kembali menjadi kertas bekas guna menekan adiksi impor.