Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

EKSPANSI LAHAN SAWIT : GAPKI Tolak Rencana Moratorium Baru

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia menentang usulan pemerintah yang ingin menerapkan moratorium ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit karena kekhawatiran oversuplai minyak nabati di pasar global.
Kelapa sawit/Bisnis.com
Kelapa sawit/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia menentang usulan pemerintah yang ingin menerapkan moratorium ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit karena kekhawatiran oversuplai minyak nabati di pasar global.

Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono mengatakan wacana itu mencuat setelah Kemenko melakukan pembicaraan dengan pihaknya beberapa waktu lalu. Kemenko memberikan 3 poin bahwa usulan moratorium ekspansi lahan patut dilakukan.

Pertama, pasar minyak nabati dunia menunjukkan gejala over suplai setelah beberapa negara pengimpor mengurangi impor minyak nabatinya tahun lalu karena perekonomian dunia dan harga minyak bumi yang belum membaik.

Kedua, pemerintah menyatakan ekspansi lahan kebun sawit tidak diperlukan karena produktivitas kelapa sawit nasional masih bisa digenjot melalui intensifikasi daripada harus menambah lahan.

Ketiga, ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit tidak diperlukan sebagai salah satu jalan meredam kampanye negatif terkait perkebunan kelapa sawit yang dinilai merusak alam.

Terkait kondisi over suplai, Joko menjelaskan harga minyak nabati yang kini tertekan karena harga minyak bumi justru menjadi peluang agar crude palm oil (CPO) mendominasi pasar global.

Pasalnya, meskipun gap harga antara CPO dan minyak kedelai semakin dekat, CPO masih diuntungkan dengan biaya produksi yang lebih murah dibandingkan minyak nabati lainnya.

Saat ini, biaya produksi CPO mencapai US$300- US$500 per ton sedangkan minyak kedelai diatas US$700. Adapun, harga CPO saat ini US$665 per ton dan gap harga antara keduanya berkisar US$50-60 per ton.

Joko meyakini minyak nabati sebagai kebutuhan pokok untuk makanan di seluruh dunia konsumsinya terus tumbuh hingga 2020. Artinya, hal tersebut menguntungkan komoditas CPO yang tetap untung karena biaya produksi lebih kecil walaupun tekanan harga sedang melanda dunia.

"Sejeleknya sawit masih punya marjin (keuntungan). Pasar yang masih tumbuh ini akan bisa diisi oleh sawit, karena lebih kompetitif dibandingkan dengan yang lain. Over suplai tidak akan terjadi," seperti dikutip Bisnis, (16/3/2015).

Joko menjelaskan peningkatan produktivitas tanpa ekspansi yang jadi salah satu alasan sebetulnya akan dilakukan seluruh perkebunan kelapa sawit untuk menggenjot produksi.

Saat ini, produktivitas sawit nasional mencapai 3-3,5 ton per ha. Produktivitas perkebunan rakyat lebih rendah dari capaian itu, sedangkan beberapa perusahaan memiliki produktivitas antara 5-8 ton per ha.

Mengenai kampanye negatif, Joko meminta adanya nasionalisme terhadap seluruh pihak untuk tetap mengembangkan potensi usaha unggulan dalam negeri itu.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Irene Agustine

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper