Bisnis.com, SURABAYA - Sejak adanya pelarangan ekspor bahan tambang mineral mentah dan menurunnya kinerja industri manufaktur di Jawa Timur, jasa angkutan truk di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya anjlok.
Hal tersebut terlihat dari jumlah unit truk dari pemilik jasa angkutan yang mangkrak hingga mencapai 4.000 unit. Adapun dari total 9.000 unit truk milik 316 perusahaan anggota Organisasi Angkutan Darat Cabang Khusus Tanjung Perak, yang mampu beroperasi hanya 5.000 unit atau sekitar 60% nya.
Ketua Organda Cabang Khusus Tanjung Perak Surabaya Kody Lamahayun Fredy mengatakan kondisi menurunnya kinerja jasa angkutan truk tersebut terjadi selama satu tahun atau selama 2014.
"Pelarangan ekspor pasir besi kemarin membuat kinerja kami menurun. Selama ini pasir besi menyumbang pendapatan terbesar dari jasa kami, dan biasanya pasir besi itu diangkut Kabupaten Lumajang," katanya di Surabaya, Rabu (11/3/2015).
Diketahui, larangan ekspor biji mineral mentah tersebut diterapkan mulai 12 Januari 2014 berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian.
Selain ekspor mineral mentah, penurunan kinerja angkutan truk juga terjadi akibat turunnya kinerja industri yang disebabkan oleh kenikan harga bahan baku, dan upah karyawan.
Menurut Kody, aktivitas pengangkutan barang di pelabuhan Tanjung Perak biasanya mulai ramai terjadi pada Maret, tetapi hingga kini masih belum ada pergerakan kegiatan pengangkutan barang-barang produksi.
Adapun saat ini komoditi ekspor yang masih menggunakan jasa angkutan truk di pelabuhan Tanjung Perak yakni berupa kopi dan crude palm oil (CPO), serta barang-barang elektronik dan perabotan rumah tangga yang akan diangkut menuju kawasan timur Indonesia.