Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

POLEMIK ALAT TANGKAP CANTRANG: KNTI Beri 9 Saran Penyelesaian

Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyayangkan pemerintah bersikap lamban mengambil tindakan antisipatif dalam menyelesaikan polemik penggunaan alat tangkap cantrang.
Nelayan menjual ikan hasil tangkapannya/Antara
Nelayan menjual ikan hasil tangkapannya/Antara

Bisnis.com,JAKARTA—Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyayangkan pemerintah bersikap lamban mengambil tindakan antisipatif dalam menyelesaikan polemik penggunaan alat tangkap cantrang.

Sebab, polemik ini menyebabkan meluasnya aksi massa dan lumpuhnya jalur Pantura, Jawa Tengah beberapa hari lalu.

“Sejak awal KNTI mendukung efektivitas pelarangan penggunaan alat tangkap yang merusak di seluruh perairan Indonesia. Namun, adanya pelarangan ini tentu harus dilakukan dengan benar dan terukur,” kata Ketua Umum KNTI Riza Damanik, Rabu (4/3/2015).

Lebih lanjut dijelaskan, sejumlah dokumen menunjukkan upaya peralihan penggunaan cantrang sudah dilakukan sejak 2005. Namun, sejak saat itu pula pemerintah dan pemerintah daerah tidak mengawal proses peralihannya.

Sedikitnya 100.000 jiwa terkena dampak langsung dan lebih 500.000 jiwa lainnya terkena dampak tidak langsung akibat terhentinya aktivitas Anak Buah Kapal Ikan (ABK) yang menggunakan alat tangkap cantrang.

Untuk menyelesaikan hal itu, KNTI mendesak pemerintah pusat untuk menyelesaikan polemik ini dengan sembilan langkah. KNTI percaya bila sembilan langkah solutif itu dilakukan, cita-cita mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia mulai diletakan pada dasar yang benar.

Lebih lengkap, kesembilan langkah itu adalah:

  • Bersama pemerintah daerah, perguruan tinggi, organisasi nelayan, serta tokoh-tokoh masyarakat untuk melakukan simulasi dan pemantauan lapangan guna mengetahui operasionalisasi cantrang dari berbagai ukuran. Proses transparan ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan terkait: status merusak atau tidak merusaknya alat tangkap cantrang, lalu semua pihak diharapkan dapat menerima hasilnya.
  • Mensosialisasikan dan menyelenggarakan pelatihan penggunaan alat tangkap ramah lingkungan.
  • Menyiapkan skema pembiayaan untuk membantu peralihan ke alat tangkap ramah lingkungan melalui organisasi nelayan atau kelembagaan koperasi nelayan.
  • Menyelesaikan tuntas pengukuran ulang gross akte kapal ikan dan memfasilitasi proses penerbitan izin baru.
  • Bekerja sama dengan organisasi nelayan dan institusi penegak hukum untuk menyiapkan skema pengawasan terpadu dan berbasis masyarakat.
  • Bersama pemerintah daerah menyiapkan instrumen perlindungan pekerja di atas kapal ikan (ABK), termasuk memastikan adanya standar upah minimum bagi ABK Kapal Perikanan yang menjadi amanat dari UU Bagi Hasil Perikanan dan UU Ketenagakerjaan. KNTI mengusulkan kepada KKP untuk mengintegrasikan perjanjian kerja antara pemilik kapal dengan ABK masuk sebagai syarat perizinan (SIUP/SIPI/SIKPI) dapat terbit.
  • Selama proses transisi, bersama pemerintah daerah menyiapkan skema perlindungan sosial terhadap para ABK dan keluarganya yang berpotensi terdampak.
  • Memastikan perlindungan wilayah tangkap bagi nelayan tradisional dari konflik alat tangkap melalui pengakuan atas wilayah pengelolaan nelayan tradisional dalam Rencana Zonasi di setiap provinsi dan kabupaten/kota pesisir.
  • Memastikan pada masa transisi agar semua pihak dapat menahan diri serta aktif mencegah konflik dan kriminalisasi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ihda Fadila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper