Bisnis.com, JAKARTA—Kinerja industri manufaktur Indonesia tersurvei semakin buruk pada Februari, tertekan oleh harga bahan baku produksi yang semakin mahal.
HSBC Indonesia Manufacturing PMI yang diterbitkan Selasa (2/3/2015) menyatakan PMI Indonesia pada Februari ada di posisi 47,5. Indeks PMI mengukur pertumbuhan kinerja industri manufaktur dengan angka 50 menunjukkan ekspansi.
Angka 47,5 menandakan kinerja industri manufaktur Indonesia masih dalam kondisi kontraksi pada Februari dan lebih rendah dari angka 48,5 pada Januari.
Markit menyatakan indikasi penurunan kinerja industri manufaktur tampak dari hampir semua sisi.
Penurunan produksi dan pesanan produksi turun dengan laju sangat pesat, sedangkan pemangkasan jumlah tenaga kerja berlanjut ke bulan ke-7.
Ekonom Markit, Paul Smith, mengatakan tren penurunan kinerja manfaktur berlanjut dengan indeks manufaktur kembali mencetak rekor angka terendah.
“Pesanan baru mencatatkan penurunan terpesat sejak survei PMI dimulai. Kenaikan harga hasil produksi terus menekan permintaan,” katanya dalam rilis Markit Economics, Senin (2/3/2015).
Dia menambahkan pelemahan rupiah terhadap dolar AS juga mendongkrak harga bahan baku. Industri manufaktur, jelas Smith, semakin tersudut karena tidak bisa meningkatkan harga hasil produksi karena pasar masih lesu.
HSBC Indonesia Manufacturing PMI 2014
Bulan | Indeks PMI |
Februari 2015 | 47,5 |
Januari 2015 | 48,5 |
Desember | 46,7 |
November | 50,0 |
Oktober | 50,4 |
Sumber: Markit Economics