Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Lebih Memilih Cari Utang ke Luar Negeri, Ini Alasannya

Pemerintah akan mengerem penerbitan surat berharga negara (SBN) untuk membiayai belanja pembangunan dan memilih untuk menarik pembiayaan dari lembaga multilateral yang tingkat bunganya lebih rendah.

 

Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah akan mengerem penerbitan surat berharga negara (SBN) untuk membiayai belanja pembangunan dan memilih untuk menarik pembiayaan dari lembaga multilateral yang tingkat bunganya lebih rendah.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago mengatakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, kebijakan pembiayaan anggaran mengarah pada pengurangan penerbitan SBN.

"Yang jelas kita tekan SBN-nya itu," ujar Andrinof di kantor Wapres, Rabu (25/2/2015).

Bappenas justru tengah merampungkan rancangan Daftar Rencana Pinjaman/Hibah Luar Negeri atau Blue Book 2015-2019 yang akan merangkum proyek-proyek pembangunan nasional yang didanai dari utang bilateral dan lembaga multilateral.

Senada dengan Andrinof, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan Blue Book berisi banyak proyek infrastruktur. Pasalnya, pemerintah akan mengurangi penerbitan obligasi.

"List proyeknya banyak, karena kita tidak akan keluarkan dana obligasi pemerintah, atau SUN (surat utang negara), atau SBN (surat berharga negara)," katanya.

Sofyan mengatakan biaya penerbitan obligasi negara lebih tinggi dibandingkan dengan biaya penarikan pinjaman dari lembaga multilateral.

"Itu kan bunganya komersil, sedangkan pinjaman World Bank, ADB dan lain-lain itu bunganya di bawah 1%. Kita manfaatkan itu sebanyak mungkin, tetapi bukan sekedar memanfaatkan untuk proyek mana saja yang akan kita tawarkan," ujarnya.

Dalam RAPBN-P 2015, defisit ditetapkan sebesar 1,9% atau senilai Rp225,9 triliun. Defisit tersebut ditutup dari penerbitan SBN (neto) ditetapkan sebesar Rp308,32 triliun, pinjaman luar negeri (neto) Rp14,22 triliun, dan pinjaman dalam negeri Rp1,69 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper