Bisnis.com, JAKARTA - Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menginginkan terciptanya kepastian migrasi keuangan yang baik dan aman bagi TKI.
Keinginan tersebut disampaikan Kepala BNP2TKI Nusron Wahid dalam sambutan di acara penandatangan MoU antara Bank Indonesia (BI), Kemenaker, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BNP2TKI di Gedung BI, Jakarta, Senin (16/2/2015).
"Dengan ditandatanganinya MoU tentang Peningkatan Penggunaan Transaksi Non Tunai dan Perluasan Akses Keuangan dalam rangka Penempatan dan Perlindungan TKI, diharapkan tercipta migrasi keuangan baik dan aman bagi TKI," kata Nusron.
Menurut Nusron, para TKI nantinya akan di edukasi untuk dapat menggunakan layanan keuangan melaalui transaksi non tunai.
Nusron menjelaskan sesuai refernsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan OJK, ada 16 titik rawan pungli pada proses pemberangkatan dan penempatan TKI.
"Kerawanan titik pungli itu dapat dieliminasi apabila para calon TKI dan TKI dapat melakukan transaksi keuangan melalui transaksi non tunai," ungkapnya.
Nusron melanjutkan edukasi atas pelaksanaan transaksi keuangan non tunai akan di strategikan dalam proses pada waktu calon TKI sedang mengikuti proses di Balai Latihan Kerja (BLK) dan pada saat Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP).
Selain itu, kata Nusron, para majikan user di luar negeri juga diminta untuk ikut melakukan pembayaran gaji TKI melalui transfer. "Dan TKI juga diedukasi untuk mengirim sebagian gajinya melalui transfer, sehingga remitansi nantinya tidak merugikan TKI," tukasnya.
Disebutkan Nusron Wahid, perilaku TKI yang selama ini masih banyak dalam mengirim uang ke Tanah Air sering tidak menggunakan jasa perbankan.
Dengan begitu, MoU ini juga menjadi momentum sebagai rencana perbaikan perlindungan TKI dari sisi kerawanan bertransaksi keuangan TKI.
Nusron mengungkapkan bahwa MoU ini sebagai revolosi awal pembenahan penempatan dan perlindungan TKI. Hal ini, kata dia, akan mengubah perilaku calon TKI/TKI dan keluarga TKI untuk melakukan transaksi secara non tunai.
"Dengan berubahnya perilaku calon TKI / TKI dan keluarga TKI untuk mampu bertransaksi melalui perbangkan, maka akan berdampak pada remitansi secara nasional, dalam perhitunganya dapat mencapai Rp4,5 triliun-Rp6 triliun per bulan," bebernya.
Belum adanya bank umum yang masuk dalam pembiayaan proses penempatan TKI selama ini, kata Nusron, merupakan kendala sehingga beban kredit yang ditanggung TKI pada waktu akan kerja di luar negeri cukup memberatkan.
Juga tidak adanya agency colection di luar negeri, sehingga hal ini diambil alih oleh China Trust Bank, dengan bunga yang sangat memberatkan TKI.
"Karena itu Pemerintah harus hadir untuk meringankan beban TKI dari berbagai permasalahanya. TKI tidak pernah menuntut apa-apa, namun menghasilkan banyak devisa, tugas negara lah meringankan mereka," pungkasnya.