Bisnis.com, JAKARTA - Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono menyatakan volume ekspor sawit pada tahun lalu ke dua negara utama seperti China dan India menurun dibandingkan dengan ekspor pada 2013.
Ekspor ke India hanya 5,1 juta ton atau turun 17% dibandingkan dengan tahun lalu sebesar 6,1 juta ton. Penyebabnya, melemahnya nilai tukar rupee terhadap dolar AS, melambatnya pertumbuhan ekonomi akibat inflasi tinggi dan naiknya pajak impor minyak nabati mentah turun dari 2% menjadi 7,5% sedangkan refined oil dari 7,5% menjadi 15%.
Volume ekspor sawit ke China hanya 2,43 juta ton atau turun 9% dibandingkan dengan ekspor pada 2013 yang mencapai 2,67 juta ton. Hal itu disebabkan pertumbuhan ekonomi yang melambat, tingkat kepercayaan bank yang menurun sehingga para trader sulit mencari pinjaman, serta tingginya stok kedelai dalam negeri.
Meski demikian, Joko memprediksi akan ada kenaikan volume ekspor sebesar 22,3 juta ton pada akhir tahun ini meskipun dua negara pengekspor terbesar memberikan sinyal pelemahan permintaan pada tahun ini.
Hal tersebut didorong oleh volume ekspor CPO yang meningkat ke Uni Eropa sebesar 3% dari 4 juta ton pada 2013 menjadi 4,13 juta ton meskipun kampanye negatif gencar dilakukan di sana.
Adapun, Asia dan Timur Tengah menjadi peluang pasar baru yang menjanjikan untuk produk CPO lokal. Pada tahun lalu, kinerja ekspor ke Pakistan meningkat 84% dari 903.000 ton pada 2013 menjadi 1,66 juta ton sedangkan ekspor ke Timur Tengah meningkat 16% dari 1,98 juta ton pada 2013 menjadi 2,29 juta ton pada tahun lalu.
Pasar Amerika Serikat juga menunjukkan pencapaian yang positif dengan meningkat 25% dari 381.400 ton pada 2013 menjadi 477.200 ton karena meningkatnya penggunaan biodiesel.
“Kami harapkan naik meskipun ekspor China dan India turun, tapi overall naik karena terkompensasi pasar Timteng dan AS. Selalu ada shifting pengusaha langsung cari alternatifnya kemana,” katanya, Jumat (30/1/2015).