Bisnis.com, JAKARTA--Pelaku usaha bongkar muat memprotes pengenaan biaya supervisi atau monitoring oleh PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II cabang Cirebon terhadap kegiatan bongkar muat barang yang dilaksanakan oleh perusahaan bongkar muat (PBM) di Pelabuhan Cirebon.
Parahnya lagi, kapal dilarang melakukan sandar di dermaga pelabuhan Cirebon oleh manajemen Pelabuhan jika biaya supervisi tidak/belum dibayarkan oleh PBM.
Ketua Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Cirebon, Suhaili Muchyar mengatakan, pengenaan biaya supervisi tersebut selain tidak ada landasan hukumnya juga membuat ekonomi biaya tinggi karena ongkos logistik melalui pelabuhan Cirebon membengkak.
Menurutnya, Pelindo II cabang Cirebon mengenakan biaya supervisi kepada PBM yang melakukan bongkar muat barang al; pasir besi, gypsum, carbon bag, dan semen bag sebesar Rp.1.000 –Rp.5.000 per metrik ton (MT) yang dikaitkan dengan layanan jasa dermaga.
Pengenaan biaya supervisi di pelabuhan Cirebon itu dituangkan melalui surat Pelindo II cabang Cirebon No:UM.330/2/c-cbn-14 tanggal 24 Desember 2014, yang menyebutkan kegiatan supervisi atau monitoring dikenakan biaya dengan pertimbangan business to business antara Pelindo II cabang Cirebon dengan PBM yang melakukan aktivitas bongkar muau di lingkungan kerja pelabuhan Cirebon.
Namun, kata Suhaili, pungutan biaya supervisi tersebut bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku yakni Inpres 5/2005 tentang pemberdayaan indsutri pelayaran nasional dan peraturan pemerintah (PP) no:61/2009 tentang kepelabuhanan, maupun Peraturan Menhub No:15/2014 tentang Jenis, Struktur, dan golongan tarif jasa kepelabuhanan.
“Sehingga kami menilai pungutan supervisi di pelabuhan itu kategori pungutan liar, dan kami meminta agar Pelindo II Cirebon tidak melanjutkan pungutan tersebut kepada PBM,”ujarnya kepada Bisnis, hari ini, Rabu (28/1/2015).
Dia menjelaskan protes terhadap pengenaan biaya supervisi di Pelabuhan Cirebon oleh APBMI Cirebon menyusul adanya pernyataan yang ditandatangani bersama oleh 15 PBM di Cirebon yang menolak pengenaan biaya tersebut.
Ke-15 PBM tersebut yakni PT.Baruna Permata, Abra Cirebon Sakti, Indrgarda Paling Gesit, Hasta karya Bahari, Bira Bumi Persada, Industri Terminal Batubara, Jaring Mas Perkasa, Trinenggala Senasamudra, Admiral Yala Ghita, Gemilang Nusa Pertiwi, Indah Anugrah Sejati Bakti, Sarana Bandar Nasional, Hamparan Muara Jati Cont, Puspa Tunggal mandiri, dan PT.Terminal lautan Sentosa.
Saat dikonfirmasi Bisnis, General Manager Pelindo II cabang Cirebon, Hudadi mengatakan biaya supervisi yang diberlakukan di pelabuhan Cirebon bersifat business to business (b to b) dan sudah melalui tahapan konsolidasi dengan pelaku usaha dan PBM di pelabuhan Cirebon.
“Kami gunakan biaya itu sebagai bentuk kontribusi pendapatan Pelindo yang pemanfaatannya untuk merawat fasilitas dan dermaga yang digunakan. Lagi pula ini sifatnya b to b,” ujarnya.
Ketua DPP APBMI Sodik Hardjono, mengakui adanya pertemuan yang akan digelar di Kemenhub besok (kamis) tersebut.
“Ya benar ada pertemuan di Kemenhub besok untuk membahas persoalan pungutan biaya supervisi di pelabuhan Cirebon,” ujarnya.