Bisnis.com, Semarang - Pemerintah Kota Pekalongan siap memberikan sanksi tegas terhadap produsen tekstil bermotif batik yang sengaja memakai label batik tulis dan cap seiring maraknya produsen nakal yang menipu konsumen.
Wali Kota Pekalongan Basyir Achmad mengatakan sanksi tegas bagi produsen tekstil bermotif batik diberikan sejalan dengan rencana pemerintah melarang impor produk tekstil bermotif batik.
Pihaknya menyambut positif larangan pemerintah pusat dengan tujuan menjaga batik yang menjadi warisan budaya yang telah diakui oleh dunia dan terdaftar di Unesco sebagai warisan tak benda.
Adapun sanksi bagi produsen diberlakukan mengacu pada peraturan daerah (Perda) No. 6/ 2014 tentang Labeling Batik.
Ketentuan perda menerangkan setiap orang atau badan yang memproduksi batik printing dilarang menggunakan label batik asli dalam bentuk apapun. Jika melanggar dapat dikenai sanksi berupa sanksi administrasi berupa teguran, larangan mengedarkan atau penarikan produk.
Sanksi selanjutnya, bagi yang melanggar akan dikenai sanksi administrasi berupa penghentian produksi sampai pencabutan izin produksi atau usaha.
Selain sanksi administrasi, pelanggar juga terancam sanksi pidana yaitu kurungan paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp50 juta.
“Perda itu berlaku pada September 2014. Sosialisasi telah kami gencarkan. Jika produsen melanggar akan menanggung akibatnya,” papar Basyir kepada Bisnis, Kamis (15/1/2015).
Adanya perda tersebut, ujarnya, produsen batik diminta untuk mencantumkan label sesuai peruntukannya. Begitu pula bagi produsen batik printing juga harus mencantumkan label printing pada produk batiknya.
Sesuai ketentuan labeling, batik jenis tulis diberi label dengan benang berwarna emas. Batik cap, diberi label dengan benang berwarna putih, sementara batik perpaduan antara cap dan tulis, diberi label dengan benang berwarna perak.
Dia mengakui banyak konsumen yang merasa tertipu membeli batik yang tidak sesuai dengan kualitas yang diinginkan. Hal itu lantaran para pembeli tidak bisa membedakan mana batik printing, batik cap serta batik tulis.
Basyir menerangkan terbitnya perda labelisasi batik sebagai upaya pemerintah daerah untuk melindungi para pedagang dan perajin batik dari peredaran produk batik bajakan. Apalagi, dia mengakui banyak produk tekstil bermotif batik dari negara asing, terutama China.
“Kalau tidak dilindungi dari sekarang, maka produk kain bermotif batik luar akan banyak masuk,” paparnya.
Data Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Mikro Kecil Menengah (Disperindagkop dan UMKM) Kota Pekalongan pada 2012, jumlah usaha kerajinan batik sebanyak 632 unit. Dari jumlah tersebut, terdapat sekitar 9.841 orang tenaga kerja yang bekerja di sektor tersebut.