Bisnis.com, JAKARTA—Indonesia Corruption Watch menemukan potensi pemahalan harga terkait penetapan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar untuk Januari 2015.
Bahkan lembaga swadaya masyarakat itu mengungkap 'mark up' mencapai Rp2,349 triliun.
Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas mengatakan harga baru premium dan solar yang ditetapkan pemerintah lebih mahal dari harga keekonomian saat ini.
“Ada potensi pemahalan harga oleh pemerintah,” katanya di Jakarta, Selasa (6/1).
Harga keekonomian yang dimaksud Firdaus mengacu pada formula penghitungan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang telah digunakan pemerintah dari 2006 hingga 31 Desember 2014.
Firdaus mengklaim penghitungan harga dengan formula subsidi BBM menggunakan patokan rata-rata harga minyak Singapura (Means of Platts Singapore/MoPS) sepanjang Desember 2014 dan telah memperhitungkan pajak, biaya distribusi, serta marjin usaha untuk badan penyalur.
Berdasarkan penghitungan tersebut, dia menemukan harga keekonomian premium hanya mencapai Rp7.013,67 per liter atau lebih rendah Rp586,33 per liter dari harga yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp7.600 per liter.
Sementara itu, tambahnya, dia juga menghitung pemerintah tidak mengeluarkan subsidi tetap solar sebesar Rp1.000 per liter melainkan hanya Rp303,18 per liter.
Sepanjang Desember 2014, dia menjabarkan rata-rata MoPS premium sebesar US$70,04 per barel dan MoPS solar sebesar US$76,78 per barel.
Atas temuan tersebut, dia mengusulkan pemerintah segera merevisi formula harga yang baru saja ditetapkan 31 Desember lalu. Selanjutnya, pihak ICW meminta pemerintah menetapkan harga premium dan solar menggunakan formula biaya produksi riil ditambah marjin usaha untuk badan penyalur.
“Agar transparan, pemerintah harus mengaudit biaya produksi riil tersebut,” ujarnya.